Dialog Seri 20: 26
Tilmidzi: “Bagaimana Nabi Musa dan Nabi Harun ketika bertemu dengan Fir’aun?”
Mudariszi: “Ketika bertemu dengan Fir’aun dan para pembesarnya, maka Nabi Musa dan Nabi Harun menjelaskan tujuannya kepada mereka, yaitu sebagai berikut:
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” Thaahaa 47-48)
Dan Musa berkata: “Hai Fir’aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.” (Al A’raaf 104-105)
Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang Rasul yang mulia, (dengan berkata): “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang membawa bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari keinginanmu merajamku, dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil).” (Ad Dukhaan 17-21)
Tilmidzi: “Bukti yang nyata apakah yang dibawa oleh Nabi Musa?”
Mudariszi: “Bukti yang nyata yang dibawa oleh Nabi Musa (seperti dijelaskan firman-Nya di atas) yaitu mu’jizat-mujixat-Nya, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mu’jizat-mu’jizat Kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa berkata: “Sesungguhnya aku adalah utusan dari Tuhan seru sekalian alam.” (Az Zukhruf 46)
Fir’aun dan kaumnya lalu menertawakan seruan Nabi Musa itu:
Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mu’jizat-mu’jizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. (Az Zukhruf 47)
Setelah menertawakan Nabi Musa dan Nabi Harun, Fir’aun lalu menyindir Nabi Musa dengan menceritakan tentang kebaikannya yang memelihara beliau dari sejak kecil tapi dibalas dengan perbuatan buruk Nabi Musa yaitu membunuh manusia. Sehingga Fir’aun lalu mengatakan Nabi Musa sebagai berikut:
Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.” (Asy Syu’araa’ 18-19)
Sindiran Fir’aun itu lalu dijawab oleh Nabi Musa sebagai berikut:
Berkata Musa: “Aku telah melakukannya sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara Rasul-Rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.” (Asy Syu’araa’ 20-22)
Tilmidzi: “Apakah tindakan Fir’aun setelah dijelaskan tentang pembunuhan Nabi Musa?”
Mudariszi: “Fir’aun tidak memperpanjang perkara pembunuhan tersebut, tapi dia lalu menanyakan tentang Tuhan Nabi Musa dan Nabi Harun:
Berkata Fir’aun: “Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.” (Thaahaa 49)
Nabi Musa lalu menjelaskannya, sebagai berikut:
Musa berkata: “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaahaa 50)
Fir’aun bertanya lagi tentang Tuhannya Nabi Musa dan Nabi Harun:
Fir’aun bertanya: “Siapa Tuhan semesta alam itu?” (Asy Syu’araa’ 23)
Dan Nabi Musa kembali menjawab pertanyaan Fir’aun tersebut, sebagai berikut:
Musa menjawab: “Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) yang mempercayai-Nya.” (Asy Syu’araa’ 24)
Musa berkata (pula): “Tuhan kamu dan Tuhan nenek moyang kamu yang dahulu.” (Asy Syu’araa’ 26)
Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.” (Asy Syu’araa’ 28)
Fir’aun lalu bertanya lagi yang lainnya kepada Nabi Musa:
Berkata Fir’aun: “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?” (Thaahaa 51)
Nabi Musa tetap dapat menjawab pertanyaan Fir’aun, yaitu sebagai berikut:
Musa menjawab: “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku di dalam sebuah Kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.” (Thaahaa 52)
Tilmidzi: “Apakah tanggapan Fir’aun setelah mendengar penjelasan dari Nabi Musa itu?”
Mudariszi: “Fir’aun tidak menyukainya, dia tidak ingin kaumnya (rakyatnya) mengikuti Nabi Musa. Karena itu Fir’aun lalu mengatakan Nabi Musa itu orang gila:
Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya: “Apakah kamu tidak mendengarkan?” (Asy Syu’araa’ 25)
Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila.” (Asy Syu’araa’ 27)
Fir’aun tidak mau kaumnya mengikuti Nabi Musa yang menyembah Allah SWT. Fir’aun mau kaumnya tetap menyembah dia, karena itu dia mengancam kaumnya:
Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu meyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (Asy Syu’araa’ 29)
Tilmidzi: “Apakah Fir’aun mengatakan kepada kaumnya bahwa dia itu tuhan?”
Mudariszi: “Ya! Fir’aun menganggap dirinya itu tuhan dan dia memerintahkan kaumnya (rakyatnya) untuk menyembahnya sebagai tuhan mereka. Karena itu setelah Nabi Musa menjelaskan tentang Allah SWT yang ditanyakan oleh Fir’aun, lalu Fir’aun mengatakan kepada para pembesarnya sebagai berikut:
Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.” (Al Qashash 38)
Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” (Al Mu’min 36-37)
Tilmidzi: “Apakah yang dilakukan oleh Nabi Musa setelah mendengar ancaman Fir’aun yang akan memenjarakan kaumnya yang tidak menyembah dia?”
Mudariszi: “Nabi Musa lalu mengatakan kepada Fir’aun, sebagai berikut:
Musa berkata: “Dan apakah (kamu akan melakukan itu) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?” (Asy Syu’araa’ 30)
Fir’aun lalu mempersilahkan Nabi Musa untuk menunjukkan bukti yang nyata dari Allah SWT Tuhannya. Dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Fir’aun menjawab: “Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.” (Al A’raaf 106)
Fir’aun berkata: “Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.” (Asy Syu’araa’ 31)
Nabi Musa lalu menunjukkan dua mu’jizat-Nya kepada Fir’aun, sebagai berikut:
Maka Musa melemparkan tongkatnya yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya. (Asy Syu’araa’ 32-33)
Maka Musa menjatuhkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya. (Al A’raaf 107-108)
Tilmidzi: “Apakah Fir’aun menerima seruan Nabi Musa setelah melihat dua mu’jizat-Nya (bukti yang nyata) yang ditunjukkan oleh Nabi Musa itu?”
Mudariszi: “Fir’aun tetap tidak menerima seruan Nabi Musa meskipun telah melihat dua mu’jizat-Nya. Bahkan, karena khawatir kaumnya mempercayai Nabi Musa, Fir’aun lalu mengatakan kepada kaumnya dan para pembesarnya, sebagai berikut:
Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar. Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya, (seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (An Naazi’aat 20-24)
Tilmidzi: “Lalu apakah yang dilakukan oleh Fir’aun terhadap Nabi Musa?”
Mudariszi: “Fir’aun lalu mempengaruhi para pembesarnya dengan mengatakan bahwa Nabi Musa itu penyihir. Dan untuk membenarkan pendapatnya itu, Fir’aun lalu bertanya kepada para pembesarnya atas apa yang dilakukan oleh Nabi Musa tersebut. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Fir’aun berkata kepada pembesar-pembesar yang berada di sekelilingnya: “Sesungguhnya Musa ini benar-benar seorang ahli sihir yang pandai, ia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?” (Asy Syu’araa’ 34-35)
Para pembesar negeri Mesir yang takut kepada Fir’aun dengan sendirinya membenarkan pendapat Fir’aun yaitu Nabi Musa itu penyihir. Bahkan para pembesar itu membenarkan pula pendapat Fir’aun, yaitu Nabi Musa akan mengambil alih kekuasaan Fir’aun dengan sihirnya. Karena itu Fir’aun kemudian menanyakan saran dari para pembesarnya dalam menghadapi Nabi Musa. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Pemuka-pemuka kaum Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.” (Fir’aun berkata): “Maka apakah yang kamu anjurkan?” (Al A’raaf 109-110)
Tilmidzi: “Apakah benar Nabi Musa dengan mu’jizat-Nya tersebut ingin mengambil alih kekuasaan Fir’aun dan mengusirnya dari Mesir?”
Mudariszi: “Tidak demikian! Nabi Musa tidak (bukan) menginginkan kekuasaan Fir’aun, tapi beliau menginginkan agar Fir’aun dan kaumnya bertaubat dan beriman kepada Allah SWT dan menginginkan agar Fir’aun membebaskan Bani Israil jika Fir’aun tidak mau beriman. Itulah tugas Nabi Musa yang diutus-Nya kepada Fir’aun dan semua itu telah dijelaskan kepada Fir’aun dan kaumnya ketika kedatangannya. Dan agar Fir’aun dan kaumnya kembali bertaubat dengan menyembah-Nya, Nabi Musa lalu membuktikan kekuasaan-Nya dan keberadaan-Nya dengan dua mu’jizat-Nya. Mu’jizat-Nya dikatakan oleh Fir’aun sebagai sihir karena hasutan syaitan, dimana syaitan tidak ingin Fir’aun dan kaumnya mempercayai dan mengikuti Nabi Musa. Fir’aun yang terhasut oleh syaitan itu menjadi tidak dapat berfikir dengan benar, terlebih lagi sebelumnya dia telah terhasut (ditakut-takuti) oleh syaitan yaitu akan kehilangan kekuasaannya dengan kedatangan Nabi Musa. Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Berkata Fir’aun: “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa?” (Thaahaa 57)
Hawa nafsu Fir’aun yang tidak ingin kekuasaannya lenyap atau diambil oleh Nabi Musa itu yang membuat dia lalu mengingkari Nabi Musa dan mu’jizat-Nya, sehingga dia tetap tidak mau bertaubat dan beriman kepada Allah SWT atau mengingkari-Nya.”
Tilmidzi: “Jika demikian, apakah saran para pembesar negeri Mesir kepada Fir’aun?”
Mudariszi: “Para pembesar negeri yang mengetahui keinginan Fir’aun, lalu menyarankan kepada Fir’aun sebagai berikut:
Mereka menjawab: “Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya mereka akan mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu.” (Asy Syu’araa’ 36-37)
Pemuka-pemuka itu menjawab: “Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai.” (Al A’raaf 111-112)
Para pembesar negeri itu menyarankan Fir’aun untuk mengadakan tanding sihir antara Nabi Musa dengan ahli-ahli sihir dari negeri Mesir. Mereka meyakini Nabi Musa akan dikalahkan oleh ahli-ahli sihir dari Mesir itu hingga Nabi Musa lalu dapat dihukum. Para pembesar negeri itu tidak berbeda dengan Fir’aun, yaitu sama-sama tidak mengetahui Allah SWT karena telah dikuasai oleh syaitan. Mereka menganggap mu’jizat-Nya atau apa yang dilakukan oleh Nabi Musa itu adalah sihir, karena itu mereka menganggap sihir Nabi Musa tersebut dapat dikalahkan oleh ahli-ahli sihir dari negeri Mesir.”
Tilmidzi: “Apakah Fir’aun menyetujui saran dari para pembesarnya itu?”
Mudariszi: “Fir’aun menyetujui saran dari para pembesarnya dan dia lalu mengatakan kepada Nabi Musa sebagai berikut:
Berkata Fir’aun: “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa? Dan kamipun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).” (Thaahaa 57-58)
Mendengar ucapan Fir’aun itu, Nabi Musa lalu menyadari Fir’aun telah mengingkari ayat-ayat-Nya (mu’jizat-Nya), padahal dia sendiri telah menyaksikan mu’jizat-Nya tersebut. Karena itu Nabi Musa lalu mengatakan kepada Fir’aun sebagai berikut:
Berkata Musa kepada mereka: “Celakalah kamu, janganlah kamu mengadakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa.” Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan. (Thaahaa 61)
Tapi peringatan Nabi Musa itu tidak berdampak apapun bagi Fir’aun, karena dia selalu menuruti hawa nafsunya yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Nafsu Fir’aun hanya mengatakan kepadanya yaitu dialah tuhan. Sehingga tidak ada jalan lain bagi Nabi Musa kecuali hanya menerima tantangan Fir’aun itu. Dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Berkata Musa: “Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik.” (Thaahaa 59)
Maka Fir’aun meninggalkan (tempat itu). (Thaahaa 60)
Wallahu a’lam.