Bagaimana Bani Israil Ketika Nabi Musa Menerima Taurat?

Dialog Seri 20: 33

 

Tilmidzi: “Apakah yang terjadi dengan Bani Israil ketika ditinggalkan oleh Nabi Musa?”

 

Mudariszi: “Setelah Nabi Musa menerima Taurat di bukit Thur dari Allah SWT, maka Dia menjelaskan kepada Nabi Musa melalui firman-Nya ini:

 

Allah berfirman: “Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. (Thaahaa 85)

 

Tilmidzi: “Cobaan apakah yang diuji oleh Allah SWT bagi Bani Israil ketika ditinggalkan oleh Nabi Musa hingga mereka disesatkan oleh Samiri?”

 

Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur, membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah orang-orang yang zalim. (Al A’raaf 148)

 

Firman-Nya di atas menjelaskan bahwa Bani Israil telah membuat patung anak lembu dari emas yang lalu dijadikannya sebagai sembahan (tuhan) mereka karena patung itu dapat bersuara, walaupun patung itu tidak dapat berbicara dengan mereka.”

 

Tilmidzi: “Bagaimana dengan Nabi Musa setelah mengetahui perbuatan kaumnya itu?”

 

Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?” (Al A’raaf 150)

 

Nabi Musa yang menjadi sangat marah (seperti dijelaskan firman-Nya di atas), lalu mendatangi Nabi Harun dan bertanya kepadanya sebagai berikut:

 

Dan Musa pun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. (Al A’raaf 150)

 

Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?” (Thaahaa 92-93)

 

Tilmidzi: “Apakah Nabi Musa menyerahkan kepemimpinannya kepada Nabi Harun ketika beliau pergi untuk menerima Taurat?”

 

Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan. (Al A’raaf 142)

 

Tilmidzi: “Lalu apakah penjelasan Nabi Harun atas pertanyaan Nabi Musa tersebut?”

 

Mudariszi: “Nabi Harun lalu menjelaskan kepada Nabi Musa, sebagai berikut:

 

Harun menjawab: “Hai putera Ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku. (Thaahaa 94)

 

Harun berkata: “Hai anak Ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim. (Al A’raaf 150)

 

Penjelasan Nabi Harun (dalam firman-Nya di atas) itu menunjukkan bahwa beliau telah memperingatkan kaumnya ketika itu, tapi mereka tidak mau mengikutinya. Dan hal itu dijelaskan pula oleh Allah SWT melalui firman-Nya ini:

 

Dan sesungguhnya Harun telah berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini hingga Musa kembali kepada kami. (Thaahaa 90-91)

 

Tilmidzi: “Bagaimana dengan Nabi Musa setelah mendengar penjelasan Nabi Harun?”

 

Mudariszi: “Setelah mendengar penjelasan Nabi Harun, Nabi Musa kemudian menyesali perbuatannya, sehingga beliau lalu meminta kepada Allah SWT sebagai berikut:

 

Musa berdo’a: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Al A’raaf 151)

 

Tilmidzi: “Apakah Nabi Musa bertanya kepada kaumnya yang tersesat itu?”

 

Mudariszi: “Ya! Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?” (Thaahaa 86)

 

Kaumnya lalu menjelaskan kepada Nabi Musa sebagai berikut:

 

Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya dan demikian pula Samiri melemparkannya. Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa. (Thaahaa 87-88)

 

Tilmidzi: “Apakah Nabi Musa bertanya kepada Samiri tentang perbuatannya itu?”

 

Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Berkata Musa: “Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?” (Thaahaa 95)

 

Samiri lalu menjawab pertanyaan Nabi Musa itu, sebagai berikut:

 

Samiri menjawab: “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku. (Thaahaa 96)

 

Tilmidzi: “Apakah perbuatan Samiri itu karena hasutan (bisikan) syaitan?”

 

Mudariszi: “Jawaban Samiri dalam firman-Nya di atas menunjukkan bahwa dia berbuat itu karena bujukan nafsunya. Padahal nafsu itu seperti dijelaskan firman-Nya ini:

 

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (Yusuf 53)

 

Dan kejahatan itu selalunya datang dari syaitan, seperti dijelaskan firman-Nya ini:

 

Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (Al Baqarah 169)

 

Dengan demikian, bujukan nafsu Samiri itu dari syaitan, terlebih lagi Samiri mengatakan kepada Bani Israil bahwa patung anak lembu yang bertubuh dan bersuara itulah tuhan mereka (seperti firman-Nya di atas). Samiri menjelaskan tentang Allah SWT yang tidak diketahui oleh Bani Israil. Tujuan syaitan menggunakan Samiri melakukan perbuatan tersebut di atas yaitu untuk menghalang-halangi Bani Israil dari mengikuti Nabi Musa dan dari menyembah Allah SWT agar mereka tersesat.”

 

Tilmidzi: “Jika demikian, apakah Bani Israil yang mengikuti Samiri itu telah sesat?”

 

Mudariszi: “Ya! Karena dengan Bani Israil menyembah tuhan patung anak lembu, berarti mereka telah menyembah tuhan (berhala) selain Allah SWT atau telah menyembah syaitan. Allah SWT telah menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, yang dilaknati Allah. (An Nisaa’ 116-118)

 

Tidaklah sulit bagi Bani Israil itu untuk berfikir dengan benar bahwa patung anak lembu tersebut bukanlah tuhan sekalipun bersuara, karena patung itu tidak dapat berbicara dan tidak dapat berbuat apapun kepada mereka. Allah SWT berfirman:

 

Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? (Thaahaa 89)

 

Itulah ujian Allah bagi Bani Israil yang Dia jelaskan kepada Nabi Musa ketika Nabi Musa menerima Taurat, yaitu Dia menguji Bani Israil dengan syaitan melalui Samiri hingga mereka berhasil disesatkan oleh Samiri. Dan itu pula yang membuat Nabi Musa menjadi sangat marah kepada mereka karena melanggar perjanjiannya, padahal beliau termasuk Rasul yang mengatakan kepada kaumnya sebagai berikut:

 

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut (syaitan atau lain-lain selain Allah) itu. (An Nahl 36)

 

Tilmidzi: “Apakah Nabi Musa menghukum Samiri karena perbuatannya itu?”

 

Mudariszi: “Ya! Nabi Musa lalu mengusir Samiri sambil menjelaskan kepadanya:

 

Berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: Janganlah menyentuh (aku). Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan). Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. (Thaahaa 97-98)

 

Tilmidzi: “Apakah kaum Nabi Musa yang bersalah itu lalu bertaubat kepada-Nya?”

 

Mudariszi: “Setelah Nabi Musa tenang, beliau kemudian menjelaskan kepada kaumnya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya. (Al A’raaf 154)

 

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Al Baqarah 54)

 

Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al A’raaf 152-153)

 

Penjelasan Nabi Musa itu membuat kaumnya yang tersesat lalu menyesali perbuatannya sehingga mereka bertaubat kepada-Nya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi. (Al A’raaf 149)

 

Nabi Musa kemudian meminta kepada Allah SWT untuk mengampuni kaumnya yang bertaubat tersebut. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketika mereka digoncang gempa bumi, Musa berkata: “Ya Tuhanku, kalau Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau-lah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau-lah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.” Allah berfirman: “Siksa-Ku akan Ku-timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Al A’raaf 155-156)

 

Sungguh aneh Bani Israil tersebut, mereka menyaksikandan mengetahu Allah SWT Tuhan Yang membantu mereka dari kekejaman Fir’aun dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya yang kafir. Tapi setelah diselamatkan-Nya, mereka lalu menyembah tuhan yang dibuat oleh Samiri.”

 

Wallahu a’lam.

Leave a Reply