Dialog Seri 20: 35
Tilmidzi: “Bagaimana kaum Nabi Musa (Bani Israil) setelah menerima Taurat?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan tentang Bani Israil melalui firman-Nya ini:
Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur. (Al Baqarah 51-52)
Setelah dimaafkan-Nya, Allah SWT kemudian memerintahkan Bani Israil sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): “Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.” (Al A’raaf 171)
Pegang teguh apa yang telah Allah SWT berikan kepada Bani Israil (dalam firman-Nya di atas) itu adalah kitab Taurat. Nabi Musa lalu memperingatkan Bani Israil dengan perbuatan mereka ketika menjalani hidupnya di dunia, sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu.” Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Dan Musa berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Ibrahim 6-8)
Bersyukur dalam firman-Nya di atas yaitu salah satunya dengan taat mengikuti agama-Nya yang dijelaskan dalam Taurat dan oleh Nabi Musa (atau taat mengikuti Taurat dan Rasul-Nya) ketika Bani Israil menjalani hidupnya di dunia. Tapi, kebanyakan Bani Israil mengingkari ayat-ayat Taurat dan Nabi Musa. Mengingkari Taurat berarti mengingkari Allah SWT karena Dia yang menurunkan Taurat. Mengingkari Taurat dan Nabi Musa berarti mengingkari agama-Nya atau mengingkari syariat agama-Nya yang Dia tetapkan. Bani Israil berbuat kekafiran karena syaitan, mereka lebih menyukai menyembah patung anak sapi daripada menyembah-Nya. Mereka lebih taat mengikuti syaitan daripada mengikuti agama-Nya (mengikuti Taurat dan Rasul-Nya). Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mu’jizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tetapi tidak mentaati.” Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat).” (Al Baqarah 92-93)
Tilmidzi: “Bagaimana Bani Israil lebih memlilih mengikuti syaitan daripada Allah SWT padahal mereka mengetahui jika Dia telah menolong mereka dari kekejaman Fir’aun?”
Mudariszi: “Bani Israil mudah terhasut oleh janji-janji manis syaitan karena iman mereka tidak stabil dan cepat berubah menuruti hawa nafsunya ke arah yang menurutnya lebih bagus. Contoh, mereka telah bertaubat dari menyembah sapi betina, tapi nyatanya mereka tetap menyembah sapi betina. Contoh lain, mereka mengatakan ingin melihat Allah SWT hingga mereka lalu dihukum-Nya, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah mati, supaya kamu bersyukur. (Al Baqarah 55-56)
Keinginan (hawa nafsu) mereka melihat Allah SWT dulu sebelum beriman kepada Nabi Musa itu tidak berbeda dengan keinginan (hawa nafsu) Fir’aun melihat Tuhan Nabi Musa supaya dia mempercayai (beriman) kepada Nabi Musa. Allah SWT berfirman:
Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.” (Al Mu’min 36-37)
Fir’aun berbuat seperti firman-Nya di atas karena syaitan, yaitu syaitan menipu Fir’aun tentang Allah SWT. Allah SWT berfirman:
Dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah. (Faathir 5)
Tilmidzi: “Apakah orang yang mengikuti hawa nafsunya itu tidak akan mengingat Allah SWT, ayat-ayat-Nya (kitab-Nya) dan Rasul-Nya?”
Mudariszi: “Fir’aun dan Bani Israil yang ingin melihat Allah SWT itu merupakan contoh orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya. Mereka mengira keinginannya itu tidak salah tanpa mernyadari sedikitpun kalau keinginannya itu dari syaitan. Hal itu dijelaskan dalam ayat-ayat-Nya berikut ini:
Dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu prasangkaan itu. (Al Fath 12)
(Syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. (At Taubah 37)
Contoh Allah SWT mengajari Bani Israil untuk bersabar dan tidak mengikuti hawa nafsunya. Allah SWT hendak mengungkapkan pembunuh di antara Bani Israil, lalu Dia perintahkan mereka untuk mencari dan menyembelih seekor sapi betina. Perintah-Nya itu dianggap oleh mereka sebagai ejekan bagi mereka. Mereka ingin agar Allah SWT mengungkapkan langsung pembunuhnya tanpa harus menyuruh mereka mencari sapi betina. Syaitan dengan bisikannya membuat mereka berkeinginan untuk mengatur dan bukan diatur. Tapi karena takut dengan hukuman-Nya, mereka jalankan juga perintah-Nya itu, meskipun tidak dengan sepenuh hatinya. Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.” Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.” Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.” Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami Insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperolehnya sapi itu).” Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.” Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.” Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. (Al Baqarah 67-71)
Allah SWT mengetahui keinginan mereka, sehingga Dia lalu menyulitkan mereka ketika mencari sapi betina tersebut. Allah SWT lalu mengungkapkan pembunuhnya dengan menghidupkan kembali orang mati itu dengan sebagian anggauta sapi betina agar dia memberitahukan pembunuhnya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebagian anggauta sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (Al Baqarah 72-73)
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT tidak memberikan kebutuhan hidup (rezeki) bagi Bani Israil dalam menjalani hidupnya?”
Mudariszi: “Selain diberikan Taurat sebagai pegangan hidup di dunia, Bani Israil juga diberikan oleh Allah SWT kebutuhan hidupnya yang berupa sumber air dan makanan yaitu manna dan salwa. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman): “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (Al A’raaf 160)
Tapi Bani Israil selalu menuruti hawa nafsunya dan tidak bersyukur kepada Allah SWT dengan mentaati syariat agama-Nya (Taurat dan Nabi Musa). Mereka mudah terhasut oleh syaitan hingga syaitan membuatnya selalu tidak puas dengan pemberian-Nya dan tidak sabar dengan cobaan-Nya. Contoh, syaitan membuat mereka meminta kepada Nabi Musa selain dari apa yang Dia telah berikan, dijelaskan firman-Nya ini:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya.” Musa berkata: “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.” Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah. (Al Baqarah 61)
Tilmidzi: “Jika Bani Israil itu selalu menuruti nafsunya, apakah mereka merubah perintah Allah dalam Taurat atau perintah Nabi Musa agar keinginan mereka tercapai?”
Mudariszi: “Mereka juga merubah perintah Allah dalam Taurat dan perintah Nabi Musa, contoh ketika mereka diperintahkan-Nya untuk memasuki Palestina, sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak dimana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.” Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (Al Baqarah 58-59)
Adapun perintah-Nya yang dirubah oleh mereka (Bani Israil) ketika memasuki pintu gerbang kota Palestina itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: “Dikatakan kepada Bani Israil: “Masukilah pintu gerbang (negeri Baitul Maqdis) dengan bersujud (menunduk), dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa.” Lalu mereka mengganti (sujud dengan merangkak), dan mereka masuk seraya merangkak dengan (mendahulukan) pantat dan mereka berkata: “Satu biji dari sehelai rambut” (kalimat tidak bermakna, untuk penghinaan, sekadar pengganti kalimat yang diperintahkan).” (HR Bukhari)
Bahkan mereka berani melawan perintah Allah karena tidak menyukai keputusan-Nya (perintah-Nya) tersebut, contoh seperti yang dijelaskan firman-Nya ini:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.” Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.” (Al Maa-idah 20-24)
Hingga akhirnya Nabi Musa tidak dapat lagi menguasai mereka dan beliau lalu mengadu kepada Allah SWT, sebagai berikut:
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.” Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun; (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” (Al Maa-idah 25-26)
Mereka juga tidak segan-segan memfitnah Nabi Musa hingga Allah SWT membersihkan beliau. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Musa adalah laki-laki yang pemalu lagi menutup badannya hingga kulit badannya tidak terlihat karena malu, lalu dia disakiti oleh orang yang menyakitinya dari Bani Israil. Mereka berkata: “Musa menutup badannya sedemikian rapat tidak lain karena terdapat cacat pada kulitnya: lepra, melepuh (pelirnya) atau suatu penyakit.” Dan sesungguhnya Allah berkehendak membersihkannya dari tuduhan mereka kepada Musa. Maka suatu hari Musa sendirian hendak mandi, diletakkannya pakaiannya di atas batu, kemudian dia mandi. Selesai mandi, maka dia menuju ke tempat pakaiannya untuk mengambilnya, sedangkan batu itu lari membawa pakaiannya. Musa mengambil tongkatnya dan mengejar batu itu seraya dia berseru: “Pakaianku, hai batu; pakaianku, hati batu”, hingga sampai pada sekelompok orang Bani Israil, maka mereka melihat Musa telanjang dalam bentuk sebagus-bagus ciptaan Allah, dan Dia membebaskan Musa dari ucapan mereka. Batu itu berhenti, lalu Musa mengambil pakaiannya dan mengenakannya, dan dia memukul batu itu dengan pukulan yang keras. Maka demi Allah, sungguh pada batu itu terdapat bekas pukulannya tiga kali, empat kali atau lima kali.” Dan itulah firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah.” (surat Al Ahzab ayat 69). (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Jika demikian, bagaimana Nabi Musa menghadapi kaumnya itu?”
Mudariszi: “Terlihat sekali syaitan menghalang-halangi Bani Israil dari mengikuti Nabi Musa dan Taurat agar mereka tersesat seperti Fir’aun dan kaumnya. Perbuatan dari kebanyakan Bani Israil yang telah banyak menyakiti hati Nabi Musa itu membuat beliau lalu mengatakan kepada kaumnya sebagai berikut:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain.” (Al Maa-idah 20)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, mengapa kamu menyakitiku sedangkan kamu mengetahui bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu?” Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (Ash Shaff 5)
Allah SWT menjelaskan tentang Bani Israil yang sering mengingkari perintah-Nya dalam Taurat dan perintah Nabi Musa, sebagai berikut:
Kemudian sesudah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Al Baqarah 74)
Membatunya hati mereka, karena mereka selalu menuruti nafsunya; nafsunya itu sudah seperti tuhannya, sehingga tidak ada lagi pintu petunjuk baginya. Allah SWT berfirman:
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al Furqaan 43)
Perbuatan mereka itu tidak berbeda dengan perbuatan Fir’aun dan kaumnya yang telah mengingkari Allah SWT, mu’jizat-Nya, Nabi Musa. Jika Fir’aun dan kaumnya mengingkari semua mu’jizat-Nya, maka Bani Israil mengingkari Taurat, padahal kedua kaum itu mengetahui mu’jizat-Nya dan Taurat tersebut dibawa oleh Nabi Musa dari Allah SWT. Bani Israil menyaksikan Allah SWT dan mu’jizat-Nya yang telah membantu mereka dari Fir’aun, mereka menyaksikan Nabi Musa menerima Taurat, mereka menyaksikan diberikan-Nya sumber air, manna dan salwa. Karena itu Allah SWT memperingatkan Bani Israil dengan firman-Nya ini:
Hai Bani Israil, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwa. Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia. Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar. (Thaahaa 80-82)
Tapi peringatan-Nya itu tidak berakibat apapun bagi Bani Israil. Kebanyakan dari Bani Israil lebih senang mengikuti hawa nafsunya atau mengikuti syaitan daripada mengikuti Allah SWT (mengikuti Taurat dan Nabi Musa).”
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT memusnahkan Bani Israil yang kafir tersebut?”
Mudariszi: “Allah SWT tidak musnahkan Bani Israil dengan alasan sebagai berikut:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Taurat, lalu diperselisihkan tentang Taurat itu. Kalau tidak ada keputusan yang telah terdahulu dari Tuhanmu, tentulah orang-orang kafir itu sudah dibinasakan. (Fushshilat 45)
Keputusan-Nya dalam firman-Nya di atas menunjukkan bahwa kaum kafir terakhir yang dimusnahkan oleh Allah SWT yaitu Fir’aun dan kaumnya. Allah SWT tidak musnahkan kaum kafir setelah kaum Fir’aun (termasuk Bani Israil) karena Dia telah turunkan Taurat kepada Nabi Musa meskipun Taurat itu diperselisihkan oleh Bani Israil sendiri. Taurat itu kitab petunjuk kepada jalan-Nya yang lurus untuk Bani Israil dan manusia agar mereka tidak menjadi kafir kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat agar mereka ingat. (Al Qashash 43)
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT mengabadikan Nabi Musa dan Nabi Harun?”
Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dan sesungguhnya Kami telah melimpahkan nikmat atas Musa dan Harun. Dan Kami selamatkan keduanya dan kaumnya dari bencana yang besar. Dan Kami tolong mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang. Dan Kami berikan kepada keduanya Kitab yang sangat jelas. Dan Kami tunjuki keduanya ke jalan yang lurus. Dan Kami abadikan untuk keduanya (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu): “Kesejahteraan dilimpahkan atas Musa dan Harun.” (Ash Shaaffaat 114-120)
Wallahu a’lam.