Dialog Seri 20: 43
Tilmidzi: “Bagaimana kerajaan Nabi Sulaiman setelah beliau wafat dan bagaimana pula dengan Bani Israil?”
Mudariszi: “Setelah Nabi Sulaiman wafat, kerajaan beliau menjadi lemah karena dipimpin oleh penguasa dari Bani Israil yang memerintah sewenang-wenang karena tidak taat kepada Allah SWT atau tidak mengikuti syariat agama-Nya. Timbul kebencian dari rakyatnya termasuk rakyat yang bukan dari Bani Israil di negeri-negeri di bawah kekuasaan Nabi Sulaiman. Negeri-negeri itu berusaha melepaskan diri dan akhirnya mereka berhasil melepaskan diri hingga mengalahkan kerajaan Nabi Sulaiman. Lalu sebagian besar Bani Israil menyelamatkan diri dengan meninggalkan Palestina (kerajaan Nabi Sulaiman) ke negeri lain. Kejadian itu sudah menjadi ketetapan-Nya dan Dia telah menjelaskannya (memperingatkan) dalam Taurat. Dengan demikin, semua itu terjadi karena perbuatan (kesalahan) Bani Israil sendiri. Allah SWT berfirman:
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (Al Israa’ 4-5)
Hanya sedikit dari keluarga Bani Israil yang tetap tinggal di Palestina setelah kerajaan Nabi Sulaiman runtuh, salah satunya yaitu keluarga ‘Imran. Beberapa dari keluarga Bani Israil yang melarikan diri itu kembali ke Palestina setelah puluhan atau ratusan tahun.”
Tilmidzi: “Apakah keluarga ‘Imran itu anak cucu keturunan Bani Israil?”
Mudariszi: “Keluarga ‘Imran adalah keluarga yang shaleh, mereka menjalani hidupnya dengan taat mengikuti syariat agama-Nya. Pada waktu yang Dia telah tetapkan, isteri ‘Imran hamil dan beliau bernazar, sebagai berikut:
(Ingatlah) ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ali ‘Imran 35)
Nazar isteri ‘Imran agar anak dalam kandungannya dapat berkhidmat di Baitul Maqdis menunjukkan bahwa keluarga ‘Imran itu dari Bani Israil karena Baitul Maqdis merupakan tempat ibadah Bani Israil pewaris Taurat. Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israil untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berfikir. (Al Mu’min 53-54)
Allah SWT lalu menjelaskan ketika isteri ‘Imran melahirkan anaknya, sebagai berikut:
Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” (Ali ‘Imran 36)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa isteri Imran sebenarnya menginginkan anak laki-laki, karena amal perbuatan lelaki yang shaleh berbeda dengan wanita yang shaleh. Meskipun demikian, isteri ‘Imran ridha dengan pemberian-Nya itu dan beliau meminta perlindungan-Nya atas Maryam (anaknya yang perempuan) dari syaitan yang terkutuk.”
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT mengabulkan permintaan isteri Imran itu?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. (Ali ‘Imran 37)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa Allah SWT mengabulkan permintaan isteri ‘Imran; bahkan Dia menerima nazar isteri ‘Imran sekalipun anak yang dilahirkannya itu perempuan. Hanya karena isteri ‘Imran tidak mengetahui takdir (ketetapan) Allah, maka beliau merasa nazarnya tidak dikabulkan-Nya, karena laki-laki memang berbeda dengan perempuan. Allah SWT lalu melindungi Maryam dengan menjadikan Nabi Zakariya sebagai pemeliharanya. Nabi Zakariya memelihara Maryam termasuk memberikannya pendidikan agama Allah.”
Tilmidzi: “Apakah antara Nabi Zakariya dan Maryam terdapat hubungan kekeluargaan?”
Mudariszi: “Isteri Nabi Zakariya yaitu Isya’ merupakan saudara Maryam, dan hal itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
Dari Malik bin Sha’sha’ah, dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW memberitakan kepada para sahabat: “Yahya dan ‘Isa, yang keduanya adalah putra bibi (dari Ibu, yakni Ibunda ‘Isa, Maryam adalah saudara Ibunda Yahya, Isya’).” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Bagaimana Allah SWT membuat Nabi Zakariya sebagai pemelihara Maryam?”
Mudariszi: “Allah SWT menjadikan Nabi Zakariya sebagai pemelihara Maryam itu melalui undian, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. (Ali ‘Imran 44)
Tilmidzi: “Apakah kelebihan dari keluarga ‘Imran hingga dijelaskan dalam Al Qur’an?”
Mudariszi: “Kelebihan keluarga ‘Imran yaitu mereka dikaruniakan-Nya dua puteri yang keduanya melahirkan Rasul-Rasul-Nya, yaitu Nabi Yahya dilahirkan oleh Isya’ (isteri Nabi Zakariya) dan Nabi ‘Isa dilahirkan oleh Maryam. Kelebihan dari kedua puteri keluarga ‘Imran, yaitu Nabi Yahya dilahirkan oleh Isya’ yang mandul dan telah lanjut usia. Hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Disanalah Zakariya mendo’a kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do’a.” Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh.” Berkata Zakariya: “Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan isterikupun seorang yang mandul?” Berfirman Allah: “Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Ali ‘Imran 38-40)
Dan Nabi ‘Isa dilahirkan oleh Maryam yang tidak bersuami, itu dijelaskan firman-Nya ini:
(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih ‘Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.” Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia. (Ali ‘Imran 45-47)
Nabi ‘Isa dilahirkan oleh Maryam dengan perlindungan-Nya, dimana itu sesuai dengan permintaan isteri ‘Imran kepada-Nya, yaitu agar Dia melindungi Maryam dan anak-anak keturunannya dari syaitan yang terkutuk, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Rasulullah SAW menjelaskan ketika Nabi ‘Isa dilahirkan ke dunia, sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorang bayipun dari bani Adam (manusia) kecuali dijamah setan ketika ia lahir, maka ia menangis keras-keras oleh jamahan setan, selain (bayi) Maryam dan putranya (‘Isa).” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Apakah kelebihan keluarga ‘Imran dapat disejajarkan dengan beberapa Nabi dan dijelaskan dalam Al Qur’an?”
Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebahagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ali ‘Imran 33-34)
Allah SWT memilih Nabi Adam (dalam firman-Nya di atas) karena Nabi Adam merupakan Bapak dari semua manusia yang lahir di bumi. Allah SWT berfirman:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An Nisaa’ 1)
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Al Israa’ 70)
Allah SWT memilih Nabi Nuh karena Nabi Nuh merupakan Bapak atau nenek moyang semua manusia yang lahir di bumi setelah semua orang kafir di bumi dimusnahkan-Nya dengan banjir besar hingga tenggelam. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar. (Al Haaqqah 11-12)
Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami, maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami). Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. (Ash Shaaffaat 75-77)
Dari Qatadah dari Al-Hasan dari Samurah dari Rasulullah SAW dalam menafsiri firman Allah: “Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (surat Ash Shaaffaat ayat 77). Beliau bersabda: “Mereka adalah Ham, Sam dan Yafits.” (HR Tirmidzi)
Allah SWT melebihkan keluarga Ibrahim, karena Nabi Ibrahim melahirkan dua anaknya yang menjadi Nabi dan dari kedua anaknya itu melahirkan anak cucu keturunan yang sebagiannya menjadi Nabi-Nabi atau Rasul-Rasul. Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah 124)
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (An Nisaa’ 163)
Allah SWT melebihkan keluarga ‘Imran karena keluarga tersebut melahirkan perempuan mandul (Isya’) yang beliau melahirkan Rasul di usianya yang lanjut, yaitu Nabi Yahya. Hamilnya isteri Nabi Zakariya di usianya yang lanjut itu tidak berbeda dengan isteri Nabi Ibrahim yang mandul tapi lalu hamil dan melahirkan Nabi Ishaq di usianya yang lanjut. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaman”, Ibrahim menjawab: “Salamun” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: “Silahkan kamu makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). Kemudian isterinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” Mereka berkata: “Demikianlah Tuhanmu menfirmankan.” Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Adz Dzaariyaat 24-30)
Keluarga ‘Imran juga melahirkan perempuan (Maryam) yang tanpa suami melahirkan Rasul yaitu Nabi ‘Isa. Dan penciptaan Nabi ‘Isa yang tanpa Bapak itu seperti penciptaan Nabi Adam yang tanpa Bapak dan Ibu. Dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dan telah Kami jadikan (‘Isa) putera Maryam beserta Ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (Al Mu’minuun 50)
Sesungguhnya misal (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah ia. (Ali ‘Imran 59)
Karunia-Nya kepada keluarga ‘Imran menunjukkan bahwa Allah SWT telah memberikan karunia-Nya termasuk memberikan mu’jizat-Nya yang banyak kepada Nabi-Nabi dari Bani Israil yang diawali dari Nabi Yusuf (putera Nabi Ya’qub dan cucu Nabi Ibrahim) hingga ke Nabi ‘Isa yang lahir tanpa Bapak.”
Wallahu a’lam.