Dialog Seri 20: 51
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT akan menurunkan kitab-Nya dan Rasul-Nya untuk Ahli Kitab yang lahir kemudian agar tidak tersesat karena kitab agama-Nya berubah?”
Mudariszi: “Allah SWT telah menurunkan Taurat kepada Nabi Musa yang menjelaskan agama-Nya untuk manusia yang menjalani hidupnya di dunia agar selamat di akhirat. Tapi Taurat dirubah oleh umat Nabi Musa yang kafir sehingga agama-Nya berubah dan umat Nabi Musa berselisih. Orang-orang yang memeluk agama-Nya yang berubah termasuk orang-orang yang lahir kemudian, menjadi tidak beragama dengan agama-Nya yang benar dan akan menjadi kafir. Allah SWT seharusnya memusnahkan umat Nabi Musa (Bani Israil) yang kafir itu (seperti kaum-kaum kafir terdahulu). Tapi mereka tidak dimusnahkan-Nya karena ketetapan-Nya yaitu sebagai berikut:
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Taurat, lalu diperselisihkan tentang Taurat itu. Kalau tidak ada keputusan yang telah terdahulu dari Tuhanmu, tentulah orang-orang kafir itu sudah dibinasakan. (Fushshilat 45)
Agar orang-orang yang lahir kemudian tidak menjadi kafir, Allah SWT lalu mengutus Nabi-Nabi dari Bani Israil yang diberikan ayat-ayat-Nya untuk mengatasi perselisihan di antara umat Nabi Musa tersebut agar mereka kembali beragama dengan agama-Nya yang benar. Perselisihan tidak juga teratasi dan umat Nabi Musa tetap tidak beragama dengan agama-Nya yang benar. Allah SWT kemudian mengutus Nabi ‘Isa dari Bani Israil yang diberikan Injil yang membenarkan Taurat dan menjelaskan perselisihan di antara umat Nabi Musa. Tapi ayat-ayat Injil dirubah pula oleh Bani Israil yang kafir dan penguasa kafir, sehingga agama-Nya yang dibawa oleh Nabi ‘Isa menjadi berubah. Akibatnya umat Nabi Musa tetap tidak beragama dengan agama-Nya yang benar dan umat Nabi ‘Isa pula menjadi tidak beragama dengan agama-Nya yang benar. Allah SWT berfirman:
Dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka. (At Taubah 29)
Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al Bayyinah 4-5)
Orang-orang yang diberikan Al Kitab dalam firman-Nya di atas adalah Ahli Kitab, yaitu umat Nabi Musa yang diberikan Taurat dan umat Nabi ‘Isa yang diberikan Injil. Ahli Kitab yang lahir kemudian akan menjadi kafir dengan memeluk agama-Nya yang berubah. Ahli Kitab yang kafir seharusnya dimusnahkan-Nya, tapi karena telah ada ketetapan-Nya, mereka tidak dimusnahkan-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. (Asy Syuura 14)
Karena agama-Nya berubah dan agar orang-orang yang lahir kemudian tidak menjadi kafir, Allah SWT lalu akan mengutus Rasul-Nya yang menjelaskan perselisihan di antara Ahli Kitab agar mereka tidak lagi berselisih dan kembali beragama dengan agama-Nya yang benar sehingga mereka tidak tersesat.”
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT memusnahkan kaum-kaum kafir terdahulu karena mereka memperselisihkan agama-Nya yang dijelaskan oleh Rasul-Rasul dan ayat-ayat-Nya?”
Mudariszi: “Ya! Umat manusia itu dimulai dari Nabi Adam dan isterinya yang keduanya diberikan ayat-ayat-Nya sebagai petunjuk bagi mereka dalam menjalani hidupnya di dunia agar selamat di akhirat. Berawal dari anak-anak Nabi Adam yang berselisih ketika menjalani hidupnya meskipun mereka telah diberikan ayat-ayat-Nya (agama-Nya) atau petunjuk hidup. Allah SWT berfirman:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh bila kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang zalim.” Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. (Al Maa-idah 27-30)
Kejadian itu lalu meluas menjadikan adanya suatu kelompok yang berselisih dengan kelompok lain sampai mereka saling berbunuh-bunuhan, sehingga Allah SWT lalu mengutus Rasul-Nya untuk menjelaskan perselisihan di antara kelompok-kelompok atau anak cucu Nabi Adam (manusia) tersebut. Allah SWT berfirman:
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al Baqarah 213)
Setelah Allah SWT mengutus Rasul-Nya kepada umat Rasul (manusia), maka di antara mereka itu ada yang mengikuti Allah SWT, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya hingga menjadi orang-orang beriman, dan ada pula yang sebaliknya hingga mereka menjadi orang-orang kafir. Pertambahan orang-orang yang kafir dari kelahiran manusia nyatanya selalu lebih banyak daripada pertambahan orang-orang yang beriman. Itu menunjukkan orang-orang yang lahir kemudian cenderung akan menjadi kafir. Allah SWT tidak menghendaki manusia hidup di dunia menjadi kafir, seperti firman-Nya ini:
Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka betelekan atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (Az Zukhruf 33-35)
Karena Allah SWT telah menetapkan bumi itu sebagai berikut:
Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (Al Anbiyaa’ 105)
Karena itu Allah SWT memusnahkan kaum-kaum kafir yang dilahirkan di bumi yang dimulai dari kaum Nabi Nuh hingga kaum Fir’aun agar orang-orang yang lahir kemudian tidak menjadi kafir. Tapi manusia tetap saja selalu berselisih meskipun Dia telah memulai hidup baru di dunia dengan agama-Nya dan orang-orang yang beriman. Karena perselisihan itu selalu terjadi meskipun kaum kafir telah dimusnahkan-Nya dan setiap Rasul telah diutus-Nya, maka Dia lalu menetapkan sebagai berikut:
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Huud 118-119)
Setelah Allah SWT memusnahkan Fir’aun dan kaumnya yang kafir, Dia lalu mewariskan semua kekayaan kerajaan Fir’aun kepada Bani Israil. Allah SWT lalu memilih Bani Israil sebagai bangsa yang menerima Taurat untuk manusia yang diturunkan kepada Nabi Musa. Sejak Allah SWT menurunkan Taurat itulah Dia tidak lagi memusnahkan kaum-kaum yang kafir.”
Tilmidzi: “Apakah penyebab perselisihan di antara umat Rasul (manusia) tersebut?”
Mudariszi: “Perselisihan di antara umat Rasul (manusia) terjadi karena adanya syaitan yang membisikan kejahatan kepada manusia agar mereka tersesat tidak mengikuti agama-Nya dan tidak mengikuti jalan-Nya yang lurus yang diajarkan oleh Rasul-Nya dan ayat-ayat-Nya. Allah SWT berfirman:
Dia (Iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya kecuali sebahagian kecil.” (Al Israa’ 62)
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Al A’raaf 16)
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi.” (Al Hijr 39)
Sementara itu, Allah SWT telah menjelaskan tentang Iblis dan syaitan itu dalam kitab-Nya (ayat-ayat-Nya) yang Dia turunkan kepada Rasul-Rasul-Nya dan Dia telah jelaskan kepada manusia tentang jalan-jalan agar terhindar dari syaitan yang menyesatkan, yaitu sebagai berikut:
Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-Rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al A’raaf 35-36)
Hai anak-anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi aurat dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan Ibu Bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al A’raaf 26-27)
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Faathir 5-6)
Tilmidzi: “Bagaimana jika Allah SWT tidak utus Rasul-Rasul-Nya kepada manusia?”
Mudariszi: “Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (syaitan atau lain-lain selain Allah) itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-Rasul). (An Nahl 36)
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (An Nahl 63)
Allah SWT mengutus Rasul-Rasul-Nya kepada manusia dengan tujuan sebagai berikut:
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang Rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mu’min.” (Al Qashash 47)
(Mereka Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. (An Nisaa’ 165)
Dengan demikian, penjelasan-Nya melalui ayat-ayat-Nya (kitab-Nya) dan Rasul-Nya itu merupakan ujian bagi manusia. Karena terbukti manusia (umat Rasul) yang menjalani hidupnya di dunia itu justru terpecah dua, yaitu orang-orang beriman yang mengikuti Allah SWT, agama-Nya, Rasul-Nya dan kitab-Nya (ayat-ayat-Nya), dan orang-orang kafir yang mengikuti syaitan dengan mengingkari Allah SWT, agama-Nya, Rasul-Nya, kitab-Nya (ayat-ayat-Nya). Kedua pihak itulah yang selalu berselisih.”
Wallahu a’lam.