Dialog Seri 20: 28
Tilmidzi: “Apakah Fir’aun mengatakan dirinya itu tuhan karena syaitan?”
Mudariszi: “Orang yang membantah adanya Allah SWT (Tuhan) atau membantah ke-Esa-an Allah SWT adalah orang yang tidak mengetahui tentang Tuhan. Ucapannya atau pendapatnya tentang Tuhan tersebut bukan berdasarkan ilmu dan kitab daripada-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab (wahyu) yang bercahaya. (Al Hajj 8)
Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (ke-Esa–an) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman 20)
Ucapannya atau pendapatnya tentang Tuhan hanya berdasarkan persangkaannya atau dari kitab yang ditulis oleh penulis berdasarkan persangkaannya juga. Persangkaannya (anggapannya) itu tidak akan pernah benar, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedangkan sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. (An Najm 28)
Orang yang mengatakan tentang Tuhan bukan dari kitab-Nya, tapi dari persangkaannya hingga dia mengatakan Tuhan itu tidak ada atau dirinyalah itu Tuhan atau Tuhan itu lebih dari satu, maka ucapannya itu dari syaitan. Allah SWT berfirman:
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang sangat jahat yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka. (Al Hajj 3-4)
Fir’aun merupakan contoh salah seorang yang mengatakan tidak ada Tuhan dan dia lah tuhan sehingga dia akan di neraka, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: “Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam. (Al Anbiyaa’ 29)
Tilmidzi: “Bagaimana syaitan membuat Fir’aun hingga dia mengatakan dia itu tuhan?”
Mudariszi: “Syaitan (Iblis) telah berjanji kepada Allah SWT akan menyesatkan manusia hingga kiamat, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dia (Iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya kecuali sebahagian kecil.” (Al Israa’ 62)
Syaitan menyesatkan manusia dengan jalan sebagai berikut:
Syaitan itu memberi janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (An Nisaa’ 120)
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir). (Al Baqarah 268)
Syaitan menipu (menggoda) Fir’aun dari sejak dia masih kecil. Tujuan syaitan membuat Fir’aun tersesat yaitu agar pada waktu dia menjadi Raja negeri Mesir, Fir’aun menjadi pembantu syaitan dalam menyesatkan rakyatnya (manusia) yang banyak. Allah SWT menjelaskan tentang pembantu syaitan itu sebagai berikut:
Adalah orang-orang kafir itu penolong (syaitan untuk berbuat durhaka) terhadap Tuhannya. (Al Furqaan 55)
Syaitan menipu (menggoda) Fir’aun dengan menggunakan harta dan kekuasaan orang tuanya agar hawa nafsunya selalu timbul ketika dia menginginkan sesuatu. Fir’aun tidak mengetahui jika keinginannya itu terjadi karena syaitan yang membisikkannya janji-janji manis. Selalu menuruti hawa nafsunya atas keinginannya, sadar atau tidak disadarinya, telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Allah SWT berfirman:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya? (Al Jaatsiyah 23)
Ketika Fir’aun menjadi Raja negeri Mesir, syaitan terus menipu Fir’aun dengan menakut-nakuti akan kehilangan kekuasaannya atau tidak akan diikuti perintahnya jika dia tidak menetapkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah. Syaitan terus menipu Fir’aun yaitu agar dia menetapkan hukuman berat bagi rakyatnya yang menolak perintahnya. Karena itu Fir’aun mengatakan dirinya tuhan dan memimpin negerinya dengan sewenang-wenang agar rakyatnya takut dan patuh kepadanya.”
Tilmidzi: “Apakah yang dilakukan oleh Fir’aun dan para pembesar negeri terhadap Nabi Musa dan orang-orang beriman setelah kekalahan para ahli sihir?”
Mudariszi: “Nabi Musa diutus oleh Allah SWT kepada Fir’aun dan kaumnya untuk menyeru mereka agar menyembah Dia dengan mengikuti Nabi Musa dan ayat-ayat-Nya. Jika Fir’aun tidak mau, maka Fir’aun hanya diminta untuk melepaskan Bani Israil untuk diserahkan kepada Nabi Musa. Nabi Musa tidak diutus oleh Allah SWT untuk mengambil kekuasaan Fir’aun di negeri Mesir. Tapi karena Fir’aun selalu menuruti hawa nafsunya yang selalu ditakut-takuti akan kehilangan kekuasaannya oleh syaitan, maka dia tidak dapat berfikir dengan benar yaitu selalu beranggapan buruk terhadap Nabi Musa. Fir’aun hanya tidak beranggapan buruk terhadap orang-orang yang patuh kepadanya, contoh para pembesar negeri. Para pembesar patuh kepada Fir’aun karena mereka memperoleh apa yang diinginkannya. Kekalahan para ahli sihir membuat para pembesar berfikir buruk terhadap Nabi Musa, dan mereka lalu mempengaruhi Fir’aun, sebagai berikut:
Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-randa (kebesaran) Kami dan bukti yang nyata kepada Fir’aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong. Dan mereka berkata: “Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?” (Al Mu’minuun 45-47)
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?” (Al A’raaf 127)
Mendengar pertanyaan dari para pembesarnya yang sesuai dengan pikirannya, Fir’aun lalu memberikan jawabannya kepada para pembesarnya, sebagai berikut:
Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka.” (Al A’raaf 127)
Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” (Al Mu’min 26)
Tilmidzi: “Jika demikian, apakah para pembesar negeri itu tidak berbeda dengan Fir’aun yaitu telah dikuasai oleh syaitan dan hanya mengikuti hawa nafsunya saja?”
Mudariszi: “Para pembesar negeri itu tidak berbeda dengan Fir’aun, yaitu sama-sama telah dikuasai oleh syaitan karena selalu menuruti hawa nafsunya. Jika syaitan dari golongan jin menggunakan manusia, contohnya Fir’aun, dalam menyesatkan manusia, maka Fir’aun (yang telah menjadi syaitan dari golongan manusia) menggunakan manusia, contohnya para pembesarnya, dalam menyesatkan manusia (rakyatnya). Sehingga orang-orang yang sesat karena syaitan itu sebenarnya adalah pembantu-pembantu syaitan dari golongan jin dalam menyesatkan manusia. Allah SWT berfirman:
Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan). (Al A’raaf 202)
Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang kafir atau orang-orang yang mengikuti syaitan hingga menyesatkan orang banyak itu, sebagai berikut:
Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil. (Muhammad 3)
Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (Shaad 2)
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk. (An Nahl 60)
Tilmidzi: “Bagaimana dengan Nabi Musa setelah mengetahui rencana Fir’aun dan para pembesarnya?”
Mudariszi: “Allah SWT yang mengetahui rencana Fir’aun yang akan membunuih anak-anak orang-orang beriman itu, lalu menjelaskan sebagai berikut:
Maka tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata: “Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama dengan dia dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka.” Dan tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). (Al Mu’min 25)
Karena itu Nabi Musa lalu membalas rencana Fir’aun tersebut sebagai berikut:
Dan Musa berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari berhisab.” (Al Mu’min 27)
(Musa berkata): “Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!” (Al Mu’min 29)
Seruan Nabi Musa dalam firman-Nya di atas menunjukkan bahwa beliau menyerahkan semua perkara itu kepada Allah SWT dan beliau meyakini Dia akan membantunya dan melindungi orang-orang beriman dari rencana Fir’aun yang sangat zalim itu.”
Tilmidzi: “Apakah tidak ada orang yang beriman di antara kaum (rakyat) Fir’aun?”
Mudariszi: “Di negeri Mesir ada orang-orang yang beriman. Mereka beriman karena mengikuti Nabi Ya’qub ketika beliau menetap di Mesir atau mengikuti Nabi Yusuf yang menjadi Bendahara negeri Mesir. Nabi Yusuf mengajarkan agama-Nya di lingkungan istana selain di lingkungan masyarakat Mesir. Raja Mesir tidak mempermasalahkan agama-Nya yang diajarkan oleh Nabi Yusuf. Raja tidak mengikuti agama-Nya, tapi Raja memerintah negeri dengan adil dan bijaksana tanpa sewenang-wenang. Isteri Fir’aun merupakan salah satu contoh orang yang beriman dari kerabat Raja. Hal itu membuat di masa Fir’aun ada orang-orang yang beriman. Contoh, salah seorang dari kaum Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya karena takut dengan Fir’aun. Tapi karena hatinya tidak tahan untuk membantu Nabi Musa dan orang-orang beriman, dia lalu mengatakan kepada Fir’aun, sebagai berikut:
Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Al Mu’min 28)
Orang beriman itu memperingatkan Fir’aun dan kaumnya tentang Nabi Yusuf yang telah menyampaikan ayat-ayat-Nya (agama-Nya) kepada Raja, pembesar dan rakyat Mesir, tapi diragukan dan diabaikan oleh rakyat Mesir yang lahir kemudian hingga ke masa Fir’aun. Karena itu mereka tidak ditunjuki oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan siksaan hari panggil memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang; tidak ada bagimu seorangpun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah; dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorangpun yang akan memberi petunjuk. Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: “Allah tidak akan mengirim seorang (Rasulpun) sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu, (yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Al Mu’min 32-35)
Orang beriman itu memperingatkan pula Fir’aun dan kaumnya tentang apa yang terjadi dengan kaum-kaum terdahulu yang kafir kepada Allah SWT sehingga mereka lalu di azab-Nya sampai musnah agar mereka bertaubat kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu, (yakni) seperti keadaan kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” (Al Mu’min 30-31)
Tilmidzi: “Apakah orang beriman itu dari kerabat Raja Mesir?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan tanggapan Fir’aun atas penjelasan orang beriman di atas itu, sebagai berikut:
Fir’aun berkata: “Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.” (Al Mu’min 29)
Tanggapan Fir’aun (dalam firman-Nya di atas) menunjukkan bahwa Fir’aun tidak marah kepada orang beriman itu dengan penjelasannya. Sehingga hal itu menunjukkan bahwa bukan tidak mungkin orang beriman itu dari kerabat Fir’aun atau kerabat Raja Mesir. Orang beriman itu seperti isteri Fir’aun. Mustahil ada rakyat biasa yang beriman yang berani menasehati Fir’aun seperti penjelasan orang beriman tersebut di atas.”
Tilmidzi: “Apakah yang Fir’aun katakan dalam firman-Nya di atas itu benar?”
Mudariszi: “Ucapan Fir’aun (dalam firman-Nya di atas) itu hanya pendapatnya yang berdasarkan anggapannya. Ucapan Fir’aun kepada orang beriman (dalam firman-Nya di atas) itu tidak benar. Karena pendapat dari anggapan itu tidak akan pernah benar sebab tidak didukung oleh bukti-bukti yang benar. Allah SWT menjelaskan itu sebagai berikut:
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Yunus 36)
Kebenaran itu hanyalah dari Allah SWT, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al Baqarah 147)
Dan selain kebenaran itu adalah kesesatan (kesalahan) seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Maka (Dzat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (Yunus 32)
Kesesatan itu dari syaitan karena syaitan ingin menyesatkan manusia. Sehingga ucapan Fir’aun (dalam firman-Nya di atas) yaitu: apa yang dikemukakannya tidak lain apa yang dipandangnya baik, merupakan perkataan (hasutan) syaitan. Syaitan menjadikan Fir’aun memandang baik anggapan dan perbuatannya yang buruk. Allah SWT berfirman:
Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian. (Al Mu’min 37)
Dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu prasangkaan itu. (Al Fath 12)
(Syaitan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. (At Taubah 37)
Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah). (Al ‘Ankabuut 38)
Karena itu Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya ini:
Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya? (Muhammad 14)
Sehingga Fir’aun yang mengikuti syaitan, telah menyesatkan rakyatnya dengan ucapan, pendapat dan peraturannya. Dengan demikian, Fir’aun dan rakyatnya yang mengikuti Fir’aun menjadi orang-orang yang bersalah atau berdosa. Allah SWT berfirman:
Dan Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk. (Thaahaa 79)
Sesungguhnya Fir’aun dan Hamman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (Al Qashash 8)
Tilmidzi: “Apakah orang beriman dari kaum Fir’aun itu termasuk orang yang bersalah?”
Mudariszi: “Orang beriman yang memperingatkan Fir’aun dan kaumnya serta menyeru mereka agar mengikutinya dan beriman kepada Allah SWT itu justru orang yang Dia berikan petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah SWT menjelaskan itu sebagai berikut:
Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab. Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apapun baik di dunia maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Al Mu’min 38-44)
Allah SWT memelihara dan melindungi orang beriman itu dari kezaliman Fir’aun, dan itu terbukti karena Fir’aun tidak bertindak apapun terhadapnya. Allah SWT berfirman:
Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. (Al Mu’min 45)
Wallahu a’lam.