Dialog Seri 20: 13
Tilmidzi: “Kemana Nabi Ibrahim pergi meninggalkan kaumnya?”
Mudariszi: “Nabi Ibrahim pergi meninggalkan kaumnya ke tempat (ke negeri) yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku).” (Al ‘Ankabuut 26)
Dalam perjalanannya, Nabi Ibrahim dipanggil oleh Raja suatu negeri. Nabi Ibrahim sudah dikenal oleh kaum-kaum di sekitar negerinya karena seruannya agar menyembah Allah SWT saja atau menyeru agar kembali mengikuti agama-Nya. Raja tersebut ingin bertanya tentang Allah SWT Tuhan yang diseru oleh beliau, yaitu sebagai berikut:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan”, orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat”, lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al Baqarah 258)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa Raja tersebut tidak dapat mengalahkan Nabi Ibrahim tentang Allah SWT Tuhan yang benar, tapi Raja itu tetap menyembah tuhan (patung) selain Allah SWT atau menyekutukan-Nya (dengan tuhan patung).”
Tilmidzi: “Apakah Raja tidak menghukum Nabi Ibrahim?”
Mudariszi: “Raja tidak menghukum Nabi Ibrahim, tapi Raja mengetahui Nabi Ibrahim di dampingi oleh seorang wanita yang cantik dan Raja ingin bertemu dengan wanita itu. Nabi Ibrahim mengetahui jika wanita cantik itu adalah Sarah isterinya. Beliau berpesan kepada isterinya ketika berjumpa dengan Raja agar mengatakan sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Ibrahim tidak berdusta kecuali tiga dustaan: dua di antaranya (murni) karena Allah Azza Wa Jalla, yaitu perkataannya: “Sesungguhnya aku sakit” (surat Ash Shaaffaat ayat 89) dan perkataannya: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya …..” (surat Al Anbiyaa’ ayat 63). Dan (ke tiga) dia berkata ketika dia dan Sarah tiba di (negeri) salah seorang Raja diktator. (Dimana) dikatakan kepada Raja bahwa di negeri ini ada seorang laki-laki bersama seorang perempuan yang sangat cantik, lalu Raja mengutus (utusan) kepada Ibrahim, lalu utusan bertanya kepada Ibrahim mengenai perempuan itu: “Siapakah perempuan itu?” Ibrahim menjawab: “Perempuan saudaraku.” Lalu Ibrahim mendatangi Sarah dan berkata: “Hai Sarah, tidak ada di atas bumi ini seorang beriman selain aku dan kamu. Dan (Raja) itu bertanya kepadaku (perihal dirimu), maka aku khabarkan bahwa kamu ini adalah saudaraku (seiman). Maka janganlah kamu menyatakan kedustaan terhadap aku (dengan menyatakan sebagai istri).” (HR Bukhari)
Perkataan bohong oleh Nabi Ibrahim itu boleh jadi tidak membuatnya berdosa karena beliau berbohong untuk kebaikan. Rasulullah SAW menjelaskan itu sebagai berikut:
Diceritakan oleh Humaid bin Abdurrahman bin Auf, bahwa Ibunya yaitu Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abu Mu’aith, salah seorang wanita yang ikut hijrah pertama dan ikut berbai’at kepada Rasulullah SAW, mengatakan ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia. Dia berkata yang baik dan menyampaikan yang baik pula.” Ibnu Syihab mengatakan: “Hanya dalam tiga hal yang menyangkut ucapan manusia yang tidak bisa dianggap sebagai dusta, yaitu dalam peperangan, dalam upaya mendamaikan di antara manusia, dan dalam pembicaraan seorang suami kepada isterinya atau sebaliknya.” (HR Muslim)
Tilmidzi: “Bagaimana Sarah (isteri Nabi Ibrahim) setelah bertemu dengan Raja itu?”
Mudariszi: “Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, dia berkata: “Lalu Raja mengutus kepada Sarah. Ketika Sarah masuk kepada Raja, maka Raja hendak menyentuhnya, lalu Raja tercekik (hingga memukul-mukulkan kakinya seperti keranjingan). Lalu Raja berkata (kepada Sarah): “Doakanlah aku kepada Allah, dan aku tidak berbuat jahat kepadamu.” Sarah berdoa kepada Allah, maka Dia melepaskannya. Kemudian Raja mengulurkan tangannya untuk kedua kali, lalu dia tercekik seperti pada pertama atau lebih berat (daripada pertama), lalu dia berkata: “Doakanlah aku kepada Allah, dan aku tidak akan berbuat jahat kepadamu.” Sarah berdoa kepada Allah, lalu Dia melepaskannya. Lalu Raja memanggil sebagian penjaganya, dia berkata: “Kalian membawa kepadaku bukan manusia, sungguh yang kalian bawa itu adalah setan (jin jahat).” Lalu Raja menghadiahkan Hajar untuk melayani Sarah, lalu Sarah datang kepada Ibrahim yang sedang berdiri shalat, maka beliau berisyarat dengan tangan, yang maknanya: “Bagaimana keadaanmu?” Sarah berkata: “Allah mengembalikan tipu–daya orang kafir (orang jahat) pada lehernya (yakni Raja itu tidak mendapatkan keinginannya), dan dia menghadiahkan Hajar.” (HR Bukhari)
Sunnah Rasulullah di atas menunjukkan bahwa Sarah tidak dapat dijahati oleh Raja karena beliau dilindungi-Nya. Perlindungan-Nya terhadap Sarah itu menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim tidak berdosa dengan menyuruh Sarah untuk berbohong kepada Raja. Bahkan Raja memberikan Sarah pelayan, yaitu Hajar.”
Tilmidzi: “Bagaimana kehidupan Nabi Ibrahim selanjutnya setelah menetap di negeri yang ditetapkan oleh Allah SWT?”
Mudariszi: “Nabi Ibrahim belum juga dikaruniakan-Nya anak dari Sarah di negerinya yang baru (Syam). Nabi Ibrahim lalu mengawinkan Hajar karena dibolehkan oleh syariat agama-Nya. Hajar lalu dikaruniakan-Nya anak. Sarah tidak menyukai hal itu, sehingga Hajar harus menutup perutnya dengan ikat pinggang, seperti dijelaskan berikut ini:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Permulaan wanita memakai ikat pinggang adalah Ibu Ismail (Hajar). Ia memakai ikat pinggang itu untuk menutupi tanda hamil di hadapan Sarah. (HR Bukhari)
Setelah Hajar melahirkan anaknya, yaitu Nabi Ismail, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membawa Hajar dan Nabi Ismail ke Mekkah, itu dijelaskan berikut ini:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Kemudian Ibrahim membawa Hajar dan Ismail anaknya yang sedang menyusu sehingga Ibrahim menempatkan keduanya di sisi Baitullah di pohon besar di atas Zamzam di sebelah atas masjid, dan saat itu di Makkah belum ada seorangpun dan juga tidak ada air. Lalu dia menempatkan keduanya (Ismail dan Ibunya) disana, dan dia meletakkan satu gerba berisi kurma dan satu tempat minum berisi air di sisi keduanya, kemudian dia berangkat pulang (ke Syam negerinya). Ibu Ismail mengikutinya dan bertanya: “Hai Ibrahim, kemanakah engkau mau pergi? Dan engkau tinggalkan kami di lembah yang tidak ada orang dan bahkan tidak ada apa-apa.” Ia berkata kepadanya demikian ini berulangkali sedang Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Lalu Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah memerintahkan engkau demikian ini?” Ibrahim menjawab: “Ya.” Hajar berkata: “Jika demikian, Dia tidak menyia-nyiakan kami.” Kemudian Hajar kembali (ke tempat Ka’bah).” (HR Bukhari)
Nabi Ibrahim merasakan kegelisahan dan kesedihan atas cobaan yang menimpa dirinya dan isterinya yang seorang diri memelihara anaknya yang masih bayi di tempat yang tandus tanpa penghuni. Tapi Nabi Ibrahim tidak dapat berbuat apapun kecuali patuh dan taat menjalani perintah-Nya. Nabi Ibrahim meminta kepada-Nya sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Lalu Ibrahim berangkat, sehingga ketika dia di Tsaniyah sekira keduanya sudah tidak melihatnya, Ibrahim menghadapkan muka ke arah Baitullah kemudian berdoa dengan kalimat-kalimat itu dan mengangkat kedua tangan, dengan ucapannya: “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (surat Ibrahim ayat 37). (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Bagaimana Hajar menjalani hidupnya dengan anaknya (bayinya) di Mekkah?”
Mudariszi: “Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Ibu Ismail menyusui Ismail dan ia minum dari air itu, sehingga ketika air yang di dalam tempat itu habis, ia haus dan anaknya (Ismail) haus pula, dilihatnya Ismail bergelimpang-gelimpang (atau beliau bersabda: menggerak-gerakkan lidah dan bibirnya seolah-olah hendak meninggal). Tiba-tiba malaikat (Jibril) di tempat Zamzam, lalu malaikat itu menggali dengan tumitnya, atau beliau bersabda dengan sayapnya, hingga keluarlah air, maka Hajar membendungnya dan berbuat dengan tangannya demikian ini. Ia mulai menciduk dari air itu ke dalam tempat minumnya, dan setelah Hajar menciduk, maka air itu memancar. Rasulullah SAW bersabda: “Semoga Allah menyayangi Ibu Ismail, seandainya ia meninggalkan Zamzam, atau beliau bersabda, seandainya ia tidak menciduk air, niscaya Zamzam itu menjadi mata air yang mengalir (di permukaan bumi).” Beliau bersabda: “Lalu Hajar minum dan menyusui anaknya. Lalu malaikat berkata kepadanya: “Janganlah kamu takut sia-sia, karena disinilah Baitullah itu, dimana anak ini dan ayahnya akan membangunnya, sedang Allah tidak menyia-nyiakan keluarganya.” (HR Bukhari)
Dari air zamzam itulah lalu Hajar dan Nabi Ismail menjalani hidupnya di Mekkah. Air zamzam itu mengundang orang-orang yang dalam perjalanan yang memerlukan air. Mereka singgah dan di antara mereka ada rombongan dari Jurhum yang lalu menetap di Mekkah. Hajar dan Nabi Ismail menjalani hidupnya bersama-sama dengan keluarga Jurhum di Mekkah hingga Hajar wafat dan Nabi Ismail mengawini wanita dari keluarga Jurhum. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Baitullah pada waktu itu di atas tanah tinggi seperti bukit kecil dimana banjir itu lewat di sebelah kanan dan kirinya. Demikianlah (Hajar minum air Zamzam dan menyusui anaknya), hingga satu rombongan persahabatan dari Jurhum (atau keluarga Jurhum) datang dari jalan Kada melewati Hajar. Mereka singgah di bawah Makah, lalu mereka melihat burung melayang-layang (di atas air), mereka berkata: “Sesungguhnya burung ini berputar di atas air. Sungguh kita kenal dengan lembah ini dan padanya tidak ada air.” Lalu mereka melepaskan satu atau dua orang utusan. Ketika mereka (utusan) mendapati air, mereka kembali dan memberitakan tentang air itu, lalu mereka (Jurhum) mendatangi (air). Beliau bersabda: “Ibu Ismail berada di tempat air itu.” Maka mereka berkata: “Apakah engkau mengizinkan kami untuk tinggal di tempatmu?” Hajar menjawab: “Ya, tetapi kalian tidak berhak terhadap air itu.” Mereka berkata: “Ya.” Rasulullah SAW bersabda: “Rombongan itu mendapati Ibu Ismail yang senang mendapatkan teman.” Lalu mereka singgah dan mereka mengirim utusan kepada keluarga mereka, kemudian mereka tinggal bersama (di Makah), sehingga ketika mereka sudah menjadi beberapa rumah-tangga dan Ismail sudah menjadi dewasa dan ia belajar bahasa Arab dari mereka serta ia senang kepada mereka dan mereka kagum kepadanya sesudah ia remaja. Ketika ia sudah akil baligh, maka mereka menikahkannya dengan seorang perempuan dari mereka, dan Ibu Ismail meninggal (dalam usia 90 tahun).” (HR Bukhari)
Nabi Ismail yang merupakan anak Nabi Ibrahim dari Hajar itu yang menurunkan bangsa Arab setelah Nabi Ismail beristeri dan Hajar menjadi Ibu dari bangsa Arab seperti yang dijelaskan sunnah Rasulullah ini:
Berkata Abu Hurairah: “(Hajar) itu Ibumu, hai orang-orang keturunan air langit (bangsa Arab sepertinya keturunan Hajar di mana Allah menumbuhkan air Zamzam karena dia).” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ibrahim tetap mengunjungi Nabi Ismail?”
Mudariszi: “Ya! Nabi Ibrahim tetap mengunjungi Nabi Ismail anaknya, termasuk setelah Nabi Ismail beristeri. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Setelah Ismail kawin, Ibrahim datang menengok apa yang ditinggalkannya, namun dia tidak mendapati Ismail, lalu dia bertanya kepada istrinya perihal dia, lalu istrinya menjawab: “Ismail keluar sedang mencari nafkah untuk kami.” Kemudian Ibrahim menanyakan tentang penghidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab: “Kami dalam keadaan tidak baik, kami dalam kesempitan dan kesulitan.” Istri Ismail itu mengadu kepada Ibrahim. Ibrahim berkata kepadanya: “Apabila suamimu datang, maka bacakanlah salam kepadanya dan katakanlah kepadanya supaya mengganti tangga pintunya (yakni istri).” Ketika Ismail datang, ia merasakan seolah-olah ada sesuatu (bau ayah), lalu bertanya: “Apakah ada seseorang yang datang kepadamu?” Ia menjawab: “Ya, ada seorang tua datang kepada kami, demikian dan demikian. Ia bertanya kepada kami perihal kamu, lalu aku beritakan kepadanya. Dan ia bertanya kepada kami: “Bagaimanakah penghidupan kami?”, maka aku beritakan kepadanya bahwa kami dalam kepayahan dan kesulitan.” Ismail berkata: “Apakah ia pesan sesuatu kepadamu?” Istri Ismail menjawab: “Ya, ia menyuruh kepadaku untuk membacakan salam kepadamu dan ia mengatakan gantilah tangga pintumu.” Ismail berkata: “Itu ayahku, dan ia telah menyuruhku untuk menceraikan kamu. Susullah keluargamu.” Ismail menceraikannya dan beristri dengan perempuan lain dari Jurhum. Ibrahim berdiam jauh dari mereka sekehendak Allah. Setelah itu Ibrahim datang kepada mereka, namun ia tidak menjumpai Ismail, lalu ia masuk kepada istrinya dan menanyakan tentang Ismail. Istri Ismail menjawab: “Ia keluar mencari nafkah untuk kami.” Ibrahim berkata: “Bagaimanakah keadaan kalian?”, dan Ibrahim menanyakan tentang penghidupan dan perihal mereka. Istri Ismail menjawab: “Kami dalam kebaikan dan kelapangan”, dan ia memuji Allah. Ibrahim bertanya: “Apakah makananmu?” Ia menjawab: “Daging.” Ibrahim bertanya: “Apakah minumanmu?” Ia menjawab: “Air.” Ibrahim berdoa: “Wahai Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air.” Rasulullah SAW bersabda: “Pada waktu itu mereka belum mempunyai biji-bijian (seperti gandum). Apabila mereka mempunyai biji-bijian, niscaya Ibrahim mengajak mereka padanya.” Beliau bersabda: “Daging dan air, seseorang tidak membiasakannya kecuali ia tidak cocok, selain di Makah.” Ibrahim berkata: “Apabila suamimu datang, maka ucapkanlah salam kepadanya dan suruhlah dia meneguhkan tangga pintunya.” Ketika Ismail datang, ia berkata: “Apakah ada seseorang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab: “Ya. Telah datang kepada kami seorang tua yang baik peri keadaannya (dan istri Ismail memuji kepada-Nya), lalu dia bertanya kepadaku perihal engkau, lalu aku beritakan kepadanya. Lalu dia bertanya kepadaku, bagaimana penghidupan kita, lalu aku beritakan bahwa kita dalam kebaikan.” Ismail berkata: “Apakah dia berpesan sesuatu?” Ia menjawab: “Ya, dia membacakan salam kepada engkau dan dia menyuruh engkau untuk meneguhkan tangga pintumu.” Ismail berkata: “Itu ayahku, dan kamu adalah tangga, dia menyuruhku untuk memegangi (tidak menceraikan) kamu.” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ismail itu juga Rasul Allah?”
Mudariszi: “Nabi Ismail diutus oleh Allah SWT kepada bangsa Arab dan beliau juga sebagai Rasul, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (umatnya) untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya (Maryam 54-55)
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar dan paling baik. Kami telah memasukkan mereka ke dalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang-orang yang saleh. (Al Anbiyaa’ 85-86)
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ishak, putera Nabi Ibrahim, dilahirkan setelah Nabi Ismail?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya ini:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do’a. (Ibrahim 39)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa Nabi Ishak dianugerahkan-Nya sebagai putera Nabi Ibrahim setelah Nabi Ismail karena Nabi Ibrahim bersyukur kepada-Nya dengan mendahulukan Nabi Ismail daripada Nabi Ishak.”
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT menjelaskan kisah kelahiran Nabi Ishak tersebut?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan kelahiran Nabi Ishak sebagai berikut:
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Adz Dzaariyaat 24)
Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Salaman (selamat).” Ibrahim menjawab: “Salamun (selamatlah).” (Huud 69)
Tamu-tamu Nabi Ibrahim yang mereka itu malaikat, tidak dikenal oleh Nabi Ibrahim. Tapi beliau tetap menyambutnya dan menghidangkan makanan. Allah SWT berfirman:
(Ingatlah) ketika mereka masuk ketempatnya lalu mengucapkan: “Salaman”, Ibrahim menjawab: “Salamun” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. (Adz Dzaariyaat 25-27)
Ibrahim berkata: “Silahkan kamu makan.” (Adz Dzaariyaat 27)
Tapi makanan yang dihidangkan oleh Nabi Ibrahim itu tidak disentuh oleh tamunya, dan itu membuat beliau menjadi gelisah dan takut. Allah SWT berfirman:
Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka. (Huud 70)
Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu.” (Al Hijr 52)
(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). (Adz Dzaariyaat 28)
Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.” (Al Hijr 53)
Tilmidzi: “Bagaimana perasaan Nabi Ibrahim setelah mendengar berita dari tamunya?”
Mudariszi: “Nabi Ibrahim merasa tidak percaya karena beliau merasa telah lanjut usia. Beliau lalu menanyakan perkara itu kepada tamunya dan tamunya lalu menjelaskannya, sebagai berikut:
Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?” (Al Hijr 54)
Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (Huud 73)
Mereka berkata: “Demikianlah Tuhanmu menfirmankan.” Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Adz Dzaariyaat 30)
Mereka menjawab: ”Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.” Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” (Al Hijr 55-56)
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ishak yang akan lahir itu dari Sarah isteri Nabi Ibrahim?”
Mudariszi: “Ya! Tamu-tamu tersebut datang kepada Nabi Ibrahim ketika beliau bersama isterinya, Sarah, dan Sarah pula yang menghidangkan makanan untuk tamu-tamu itu. Sarah mendengar pembicaraan tamu-tamunya dan terkejut mendengar akan melahirkan anak karena beliau merasa sudah tua dan mandul. Allah SWT berfirman:
Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” (Huud 71-72)
Kemudian isterinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” (Adz Dzaariyaat 29)
Bahkan Sarah mengetahui jika nantinya beliau akan mempunyai cucu Nabi Ya’qub dari anaknya Nabi Ishak. Karena itu, jika Hajar merupakan Ibu bangsa Arab (dari Nabi Ismail), maka Sarah merupakan Ibu bangsa Eropah (dari Nabi Ishak), termasuk Bani Israil, karena Nabi Ya’qub dipanggil Israil, yaitu Bapak Bani Israil. Allah SWT berfirman:
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. (Ali ‘Imran 93)
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil. (Maryam 58)
Israil dalam firman-Nya di atas yaitu Nabi Ya’qub putera Nabi Ishak, cucu Nabi Ibrahim.”
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ishak itu juga Rasul Allah?”
Mudariszi: “Allah SWT juga menjadikan Nabi Ishak seperti Nabi Ibrahim, yaitu Nabi yang diberikan-Nya wahyu, ilmu-ilmu dan akhlak yang tinggi. Bahkan Allah SWT menjadikan pula cucunya Nabi Ya’qub putera Nabi Ishak sebagai Rasul. Allah SWT berfirman:
Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim), Ishak dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah. (Al Anbiyaa’ 72-73)
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (Shaad 45-47)
Tilmidzi: “Apakah Nabi Ibrahim meninggalkan wasiat kepada anak cucu (keturunannya) sebelum wafatnya?”
Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Az Zukhruf 28)
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.” Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (Al Baqarah 131-132)
Wallahu a’lam.