Dialog Seri 20: 22
Tilmidzi: “Apakah Nabi Syu’aib merupakan Rasul Allah?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya ini:
Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Mad–yan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka Rasul-Rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (At Taubah 70)
Rasul (Nabi) yang diutus oleh Allah SWT kepada penduduk Mad-yan dalam firman-Nya di atas, yaitu Nabi Syu’aib. Dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.” (Huud 84)
Tilmidzi: “Mengapa Nabi Syu’aib diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya (Mad-yan)?”
Mudariszi: “Kaum (penduduk) Mad-yan ketika itu menyembah tuhan (patung) berhala; mereka menyekutukan Allah SWT dengan tuhan berhala. Allah SWT berfirman:
Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. (Al Hajj 71)
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan Bapak-Bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka. (An Najm 23)
Tuhan-tuhan berhala yang disembah oleh mereka atau oleh bapak-bapak mereka atau oleh nenek moyang mereka itu hanya tuhan-tuhan yang diada-adakan oleh mereka sendiri. Allah SWT tidak pernah menurunkan satu keteranganpun tentang penyembahan mereka. Yang mereka sembah itu dari syaitan, tapi mereka tidak mengetahuinya. Syaitan tidak ingin mereka menyembah Allah SWT agar mereka bersama-sama dengan syaitan di neraka. Allah SWT berfirman:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati Bapak-Bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti Bapak-Bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (Luqman 21)
Karena itu Allah SWT lalu mengutus Nabi Syu’aib kepada mereka. Allah SWT ingin agar mereka menyembah-Nya dan taat mengikuti-Nya dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.” (Al A’raaf 85)
Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu’aib, maka ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir.” (Al ‘Ankabuut 36)
Ketika Syu’aib berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (Asy Syu’araa’ 177-179)
Tilmidzi: “Bagaimana tanggapan kaum Mad-yan atas seruan Nabi Syu’aib tersebut?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hasil dari seruan Nabi Syu’aib, sebagai berikut:
Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya. (Al A’raaf 87)
Karena itu kaum Nabi Syu’aib yang kafir lalu menuduh Nabi Syu’aib dengan berbagai tuduhan keji, yaitu sebagai berikut:
Yang demikian adalah karena sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang batil dan sesungguhnya orang-orang yang beriman mengikuti yang hak dari Tuhan mereka. (Muhammad 3)
Mereka berkata: “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir, dan kamu tidak lain melainkan seorang manusia seperti kami, dan sesungguhnya kami yakin bahwa kamu benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta.” (Asy Syu’araa’ 185-186)
Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh Bapak-Bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (Huud 87)
Pemuka-pemuka kaum Syu’aib yang kafir berkata (kepada sesamanya): “Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi.” (Al A’raaf 90)
Tilmidzi: “Mengapa pemuka-pemuka kaum Mad-yan mengatakan kaum yang beriman itu akan menjadi orang-orang yang merugi?”
Mudariszi: “Pemuka kaum Mad-yan memiliki harta yang banyak yang diperolehnya dari karunia-Nya di bumi. Mereka memperoleh harta itu karena menetapkan sendiri aturan- aturannya tanpa memperhatikan hak orang-orang yang lemah (tidak mampu) dalam mengusahakan karunia-Nya. Karena itu Nabi Syu’aib lalu menjelaskan kepada mereka:
Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Huud 85)
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya. (Asy Syu’araa’ 181-183)
Mengambil yang bukan haknya itu merupakan perbuatan yang salah (berdosa) dan hal itu dapat menimbulkan kerusakan pada masyarakatnya, misalnya terjadi kemiskinan, kebodohan, kejahatan. Sedangkan agama-Nya menetapkan orang-orang yang kaya wajib membantu yang miskin agar tidak terjadi kebodohan dan kejahatan dan terjadi kehidupan masyarakat yang baik, adil dan sejahtera. Dan itulah yang diseru oleh Nabi Syu’aib kepada kaum Mad-yan khususnya kepada para pemuka kaum, sebagai berikut:
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman. (Al A’raaf 85)
Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat). (Huud 84)
Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. (Huud 86)
Penjelasan Nabi Syu’aib itu lalu dianggap oleh pemuka kaum Mad-yan sebagai batasan bagi mereka dalam mengusahakan karunia-Nya di bumi. Dan itu membuat mereka makin tidak menyukai Nabi Syu’aib dan ayat-ayat-Nya (agama-Nya).”
Tilmidzi: “Bagaimana Allah SWT menghendaki manusia usahakan karunia-Nya di bumi?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan tentang manusia dan bumi tempat manusia berusaha dan menjalani hidupnya di dunia, sebagai berikut:
Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat untuk menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Az Zukhruf 10)
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. (Al Baqarah 29)
Dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. (Al A’raaf 10)
Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup. (Al Hijr 20)
Manusia dalam firman-Nya di atas yaitu semua orang yang hidup atau dilahirkan di bum. Ketika menjalani hidupnya dengan karunia-Nya, manusia lalu diwajibkan-Nya untuk mengikuti agama-Nya dan peraturan agama-Nya yang dijelaskan oleh Rasul-Nya (atau Nabi) yang diutus-Nya kepada manusia melalui kaum-kaumnya. Dalam peraturan agama-Nya itu, manusia diwajibkan untuk berbuat baik dan berlaku adil serta dilarang berbuat jahat kepada manusia dan makhluk lain yang ada di bumi. Allah SWT berfirman:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al Jaatsiyah 18)
Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Al Hadiid 25)
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan yang keji, kemungkaran dan permusuhan. (An Nahl 90)
Contoh berlaku adil dan berbuat kebaikan dalam syariat agama-Nya atas karunia-Nya di bumi itu seperti yang dijelaskan firman-Nya ini:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang tidak mendapat bahagian. (Adz Dzaariyaat 19)
Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al Hasyr 7)
Adanya orang-orang miskin atau yang tidak mampu dalam mencari karunia-Nya di bumi itu karena Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda. Allah SWT berfirman:
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat. (Al An’aam 165)
Tilmidzi: “Apakah selain mengambil hak orang-orang lain, kaum Mad-yan juga berbuat jahat kepada kaumnya sendiri?”
Mudariszi: “Ya! Mereka juga berbuat jahat kepada kaumnya sendiri khususnya kepada orang-orang yang mengikuti Nabi Syu’aib. Kaum Mad-yan yang kafir itu bukan saja tidak berlaku adil kepada orang-orang beriman tapi juga menakut-nakuti mereka dan menghalang-halangi mereka dari jalan-Nya yang lurus agar mereka kembali kepada agama kaumnya. Karena itu Nabi Syu’aib lalu menasehati mereka, sebagai berikut:
Dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan.(Al ‘Ankabuut 36)
Dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Asy Syu’araa’ 183)
Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. (Al A’raaf 86)
Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al A’raaf 86)
Tilmidzi: “Jika demikian, apakah pemuka-pemuka kaum Mad-yan tetap tidak menyukai seruan Nabi Syu’aib?”
Mudariszi: “Ya! Para pemuka kaum Mad-yan khawatir bahwa dengan adanya orang-orang beriman. maka itu dapat mengganggu penguasaan mereka atas karunia-Nya di negerinya. Mereka tidak memahami bahwa agama-Nya menghendaki setiap orang berhak atas kehidupan yang baik dari karunia-Nya. Nabi Syu’aib dan orang-orang beriman tidak bertujuan untuk mengambil kekuasaan mereka, tapi hanya mengajak mereka untuk mengikuti agama-Nya dan berbuat adil dengan mengikuti syariat agama-Nya. Nabi Syu’aib menjelaskan kepada mereka sebagai berikut:
Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Huud 88)
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (Huud 90)
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Huud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu. (Huud 89)
Tilmidzi: “Apakah kaum Mad-yan menerima nasehat Nabi Syu’aib tersebut?”
Mudariszi: “Nabi Syu’aib telah menyeru kaumnya berkali-kali, tapi pemuka-pemuka kaumnya berkali-kali pula menolak seruan Nabi Syu’aib itu dengan berbagai alasan. Pada akhirnya pemuka-pemuka kaum mengatakan kepada Nabi Syu’aib sebagai berikut:
Pemuka-pemuka dari kaum Syu’aib yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami.” (Al A’raaf 88)
Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.” (Huud 91)
Nabi Syu’aib lalu menjelaskan dan menjawab ancaman kaumnya sebagai berikut:
Syu’aib menjawab: “Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (Huud 92)
Syu’aib berkata: “Tuhanku lebih mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Asy Syu’araa’ 188)
Berkata Syu’aib: “Dan apakah (kamu akan mengusir kami) kendatipun kami tidak menyukainya? Sungguh kami mengada-adakan kebohongan yang besar terhadap Allah jika kami kembali kepada agamamu sesudah Allah melepaskan kami dari padanya. Dan tidaklah patut kami kembali kepadanya kecuali jika Allah, Tuhan kami, menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakkal.” (Al A’raaf 88-89)
Hingga akhirnya mereka menantang atau meminta kepada Nabi Syu’aib agar mereka dijatuhkan azab-Nya, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Maka jatuhkanlah atas kami gumpalan dari langit jika kamu termasuk orang-orang yang benar. (Asy Syu’araa’ 187)
Tilmidzi: “Bagaimana tanggapan Nabi Syu’aib atas ancaman dan permintaan kaumnya?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Maka Syu’aib meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (Al A’raaf 93)
Dan (dia berkata): “Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu.” (Huud 93)
Nabi Syu’aib lalu memiita kepada Alah SWT dengan permintaan sebagai berikut:
Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkau-lah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya. (Al A’raaf 89)
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT menurunkan azab-Nya kepada kaum Mad-yan yang kafir?”
Mudariszi: “Kaum Mad-yan telah mengingkari Allah SWT dan Rasul-Nya karena menolak untuk menyembah Dia dan menolak mengikuti ayat-ayat-Nya. Allah SWT berfirman:
Penduduk Aikah (Mad-yan) telah mendustakan Rasul-Rasul. (Asy Syu’araa’ 176)
Kaum Mad-yan meminta untuk didatangkan azab-Nya. Allah SWT telah mengetahui hal itu dan Dia tidak menghendaki orang-orang yang lahir kemudian menjadi kafir. Setelah menyelamatkan Nabi Syu’aib dan orang-orang beriman, Allah SWT lalu mengazab kaum Mad-yan. Allah SWT berfirman:
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh suatu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan sebagaimana kaum Tsamud telah binasa. (Huud 94-95)
Kemudian mereka mendustakan Syu’aib, lalu mereka ditimpa azab pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya azab itu adalah azab hari yang besar. (Asy Syu’araa’ 189)
Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, (yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu’aib, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syu’aib mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al A’raaf 91-92)
Firman-Nya di atas menunjukkan kerasnya azab-Nya itu, dan Dia meninggalkan bekas-bekas azab-Na tersebut sebagai pelajaran bagi orang-orang yang lahir kemudian agar tidak menjadi kafir kepada-Nya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (Asy Syu’araa’ 190)
Dan sesungguhnya adalah penduduk Aikah (kaum Syu’aib) itu benar-benar kaum yang zalim, maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang. (Al Hijr 78-79)
Wallahu a’lam.