Dialog Seri 20: 41
Tilmidzi: “Apakah Nabi Yunus itu Rasul Allah?”
Mudariszi: “Ya! Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul. (Ash Shaaffaat 139)
Nabi Yunus adalah salah satu anak cucu dari Nabi Ya’qub (Israil), beliau Nabi dari Bani Israil. Allah SWT menjelaskan hal itu melalui firman-Nya ini:
Dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus. (An Nisaa’ 163)
Tilmidzi: “Kepada kaum apakah Nabi Yunus diutus oleh Allah SWT?”
Mudariszi: “Allah SWT tidak menjelaskan kaum yang Nabi Yunus diutus kepadanya. Allah SWT hanya menjelaskan, yaitu setelah sekian lamanya Nabi Yunus menyampaikan ayat-ayat-Nya kepada kaum tersebut dan mengajak mereka kepada agama Allah, kaum itu tidak juga mau mengikuti beliau dan beriman kepada-Nya. Hal itu membuat Nabi Yunus kecewa dan sehingga beliau lalu berbuat seperti yang dijelaskan firman-Nya ini:
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya). (Al Anbiyaa’ 87)
Nabi Yunus mengira dengan kepergiannya meninggalkan kaum itu, beliau tidak akan mendapat hukuman dari Allah SWT.”
Tilmidzi: “Apakah Rasul itu wajib mentaati perintah Allah dalam keadaan apapun?”
Mudariszi: “Ya! Allah SWT telah menetapkan hal tersebut bagi semua Rasul-Nya melalui firman-Nya ini:
Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada Nabi-Nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan. (Al Ahzab 38-39)
Perbuatan Nabi Yunus yang meninggalkan kaumnya tanpa perintah-Nya tapi karena kecewa dan marah, menunjukkan beliau melawan perintah-Nya dan tidak takut kepada-Nya. Karena itu Allah SWT akan menghukum Nabi Yunus pada waktunya.”
Tilmidzi: “Apakah Nabi Yunus marah dan meninggalkan kaum tersebut karena syaitan?”
Mudariszi: “Ya! Karena syaitan tidak ingin kaum tersebut menerima ayat-ayat-Nya dari Nabi Yunus agar mereka tetap tersesat. Syaitan menggoda kaum melalui bisikan-bisikan jahatnya agar tidak menyukai Nabi Yunus hingga tidak mau mendengar beliau dan ayat-ayat-Nya. Syaitan menggoda Nabi Yunus pula agar timbul nafsu amarah beliau karena perbuatan kaum itu terhadap beliau. Syaitan melalui bisikan jahatnya, menciptakan perselisihan dan permusuhan di antara kedua pihak tersebut. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu. (Al Maa-idah 91)
Nabi Yunus yang sudah berkali-kali menasehati dan menjelaskan kaum tersebut dengan ayat-ayat-Nya dalam waktu yang lama, akhirnya terhasut oleh syaitan sehingga nafsu amarahnya timbul dan lalu meninggalkan mereka. Dengan Nabi Yunus meninggalkan mereka, berarti kaum itu tidak mendapatkan penjelasan ayat-ayat-Nya sehingga mereka tidak beriman kepada Allah SWT dan tetap sesat. Syaitan berhasil menghalang-halangi mereka (kaum tersebut) dari mengikuti Rasul-Nya dan ayat-ayat-Nya.”
Tilmidzi: “Apakah menahan amarah itu merupakan amalan saleh (perbuatan baik)?”
Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali ‘Imran 133-134)
Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (Asy Syuura 36-37)
Akan lebih baik lagi bagi orang tersebut di samping menahan amarahnya, yaitu dia juga memaafkan orang yang telah berbuat salah kepadanya. Dengan jalan menahan amarah dan memaafkan, jalan itu menggagalkan usaha syaitan dalam menyesatkan manusia.”
Tilmidzi: “Jika demikian, apakah Allah SWT menyulitkan Nabi Yunus setelah itu?”
Mudariszi: “Nabi Yunus pergi meninggalkan kaum itu dengan menaiki kapal laut yang penuh dengan penumpang dan barang. Muatan kapal yang dipaksakan itu lalu membuat kapal akan tenggelam ketika berlayar. Agar kapal tidak tenggelam, disepakati oleh semua penumpang bahwa muatan kapal harus dikurangkan dan pengurangan dilakukan dengan melemparkan penumpang dan barangnya ke laut melalui undian. Setelah diundi, Nabi Yunus termasuk penumpang yang kalah dan harus dilemparkan ke laut. Hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
(Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. (Ash Shaaffaat 140-141)
Allah SWT lalu menjelaskan setelah Nabi Yunus dilemparkan ke laut, sebagai berikut:
Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. (Ash Shaaffaat 142)
Ditelannya Nabi Yunus oleh ikan besar itu merupakan hukuman-Nya untuk beliau karena pergi meninggalkan kaumnya tanpa izin-Nya. Nabi Yunus dapat hidup dalam perut ikan besar, karena ikan itu bernafas dengan menghirup udara yang juga dibutuhkan oleh manusia. Keadaan dalam perut ikan yang gelap tanpa dapat berbuat apapun itu membuat Nabi Yunus sadar akan kesalahannya, sehingga beliau lalu menyesalinya dan meminta maaf kepada Allah SWT dengan selalu mengucapkan kalimat berikut ini:
Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Al Anbiyaa’ 87)
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan itu?”
Mudariszi: “Allah SWT tidak menjelaskan jangka waktu Nabi Yunus di dalam perut ikan, sampai akhirnya Dia mengeluarkan beliau dari perut ikan itu. Allah SWT berfirman:
Maka Kami telah memperkenankan do’anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. (Al Anbiyaa’ 88)
Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. (Ash Shaaffaat 143-144)
Tilmidzi: “Bagaimana Allah SWT mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan itu?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. (Ash Shaaffaat 145-146)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa Nabi Yunus dikeluarkan oleh Allah SWT dalam keadaan sakit hingga beliau terdampar di suatu tempat yang menumbuhkan buah-buahan yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Jika Nabi Yunus tidak mengingat Allah SWT ketika dalam perut ikan, maka permintaan beliau tetap dikabulkan-Nya tapi beliau akan dikeluarkan-Nya dalam keadaan sebagai berikut:
Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. (Al Qalam 49)
Tilmidzi: “Apakah kejadian Nabi Yunus itu menjadi pelajaran bagi Rasul-Rasul lain?”
Mudariszi: “Ya! Kejadian Nabi Yunus itu menjadi pelajaran bagi Rasul-Rasul lain ketika menyampaikan risalah-Nya (ayat-ayat-Nya) kepada manusia (kaum). Contohnya sebagai pelajaran bagi Rasulullah SAW, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). (Al Qalam 48)
Peringatan Allah di atas bukan berarti Nabi Yunus itu Rasul yang tidak baik di antara Rasul-Rasul-Nya, dan hal itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Tidaklah seyogya bagi seorang hamba mengatakan: “Saya lebih baik daripada Yunus bin Matta.” Dan beliau menasabkan Yunus kepada ayahnya (Matta).” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Apakah Allah SWT melarang hamba-Nya membeda-bedakan Nabi-Nabi atau Rasul-Rasul?”
Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Al Baqarah 136)
Allah SWT melebihkan derajat setiap Nabi atau Rasul dan itu termasuk Nabi Yunus; beliau telah dipilih-Nya menjadi orang yang saleh. Allah SWT berfirman:
Dan Isma’il, Ilyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya). (Al An’aam 86)
Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh. (Al Qalam 50)
Tilmidzi: “Kelebihan derajat apakah yang Allah SWT anugerahkan kepada Nabi Yunus?”
Mudariszi: “Ketika Allah SWT mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan, Dia mengutus kembali beliau kepada kaumnya terdahulu. Hal itu dijelaskan firman-Nya ini:
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu. (Ash Shaaffaat 147-148)
Setelah mengetahui Nabi Yunus kembali, kaum yang membuat Nabi Yunus kecewa lalu beriman kepada beliau dan kepada Allah SWT. Nabi Yunus dan orang-orang beriman itu lalu membuat seluruh penduduk kota menjadi beriman. Mereka menjalani hidupnya dengan taat mengikuti agama-Nya. Keimanan penduduk kota itu lalu menghendaki Allah SWT menghilanghkan azab bagi mereka dan mengaruniakan mereka kesenangan dunia. Allah SWT memuji keimanan kaum Nabi Yunus tersebut, sebagai berikut:
Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfa’at kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. (Yunus 98)
Pujian Allah kepada iman penduduk kota kaum Nabi Yunus dalam firman-Nya di atas itu terjadi karena Nabi Yunus yang mengajarkan ayat-ayat-Nya dan agama-Nya kepada mereka dengan sabar. Salah satu penyebab Nabi Yunus dapat melakukan hal tersebut, yaitu dari pengalaman beliau sendiri yang pergi meninggalkan kaumnya tanpa perintah-Nya, tapi karena marah kepada mereka. Allah SWT berfirman:
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Fushshilat 34)
Wallahu a’lam.