Dialog Seri 1: 5
Tilmidzi: “Bagaimana Jibril menurunkan Al Qur’an tersebut kepada Rasulullah SAW?”
Mudariszi: “Allah SWT menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah SAW, yaitu melalui Jibril (dari golongan malaikat) yang dipilih-Nya sebagai utusan-Nya. Allah SWT mewahyukan ayat-ayat Al Qur’an kepada Jibril untuk disampaikan kepada Rasulullah SAW. Allah SWT berfirman:
Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas. (Asy Syu’araa 192-195)
Jibril menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an tersebut kepada Rasulullah SAW mengikuti perintah-Nya dan dengan cara berangsur-angsur. Hal itu dijelaskan dalam firman-Nya ini:
Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. (Maryam 64)
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur. (Al Insaan 23)
Tilmidzi: “Bagaimana keadaan Rasulullah SAW ketika didatangi oleh Jibril pertama kali guna menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an kepadanya?”
Mudariszi: “Hal itu dijelaskan dalam sunnah Rasulullah berikut ini:
Dari Aisyah, menceritakan: “Mula pertama Rasulullah SAW menerima wahyu adalah mimpi benar dalam tidur. Setiap kali beliau bermimpi, mimpi itu datang bagaikan terangnya subuh. Kemudian beliau diberi rasa suka bersunyi diri. Biasanya beliau menyepi di gua Hira. Disana beliau beribadah bermalam-malam sebelum kembali kepada keluarganya (isterinya). Untuk itu beliau membawa bekal. Setelah beberapa hari, beliau pulang kepada Khadijah mengambil bekal lagi untuk beberapa malam. Hal itu terus beliau lakukan sampai secara mendadak wahyu datang ketika beliau sedang berada di dalam gua Hira. Ada malaikat (Jibril) datang dan berkata: “Bacalah!” Rasulullah SAW menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Rasulullah SAW bersabda: “Malaikat itu menangkap dan mendekapku hingga aku merasa kepayahan. Lalu dia melepaskanku seraya berkata: “Bacalah!” Aku menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Dia menangkap dan mendekapku untuk yang kedua kali hingga aku merasa kepayahan. Kemudian dia melepaskan sambil berkata: “Bacalah!” Aku menjawab: “Aku tidak bisa membaca.” Dan untuk yang ketiga kalinya dia menangkap dan mendekapku hingga aku merasa kepayahan. Lalu dia melepaskanku dan mengatakan: “Iqra’, Bismi Rabbika….. (surat Al ‘Alaq 1-5 : Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak dia ketahui.)” Rasulullah SAW pulang membawa ayat-ayat tersebut dalam keadaan bergetar seluruh tubuhnya hingga beliau masuk ke rumah Khadijah seraya berkata: “Selimutilah aku, selimutilah aku!” Orang-orangpun menyelimutinya hingga hilang rasa gentar darinya. Kemudian beliau berkata kepada Khadijah: “Hai Khadijah! Apa yag telah terjadi denganku?” Lalu beliau menceritakan seluruh peristiwa. Beliau berkata: “Aku benar-benar khawatir terhadap diriku.” Khadijah menghibur beliau: “Jangan begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Demi Allah! Sungguh engkau telah menyambung tali persaudaraan, engkau selalu jujur dalam berkata, engkau telah memikul beban orang lain, engkau suka mengusahakan kebutuhan orang tak punya, engkau memang menyuguh tamu dan senantiasa membela kebenaran.” Kemudian Khadijah mengajak beliau untuk datang kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzza, saudara misan Khadijah. Dia adalah seorang yang sudah menjadi Nasrani pada zaman Jahiliyah. Dia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis dari kitab Injil dengan tulisan Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya: “Paman, dengarkanlah cerita anak saudaramu ini.” Waraqah bin Naufal berkata: “Hai anak saudaraku, apa yang engkau alami?” Rasulullah SAW menceritakan semua peristiwa yang beliau alami. Mendengar penuturan itu, Waraqah berkata: “Ini adalah Namus (Jibril) yang dulu turun kepada Musa. Oh, kalau saja di masa kenabianmu itu aku masih muda belia. Oh, kalau saja aku masih hidup pada saat engkau diusir oleh kaummu.” Rasulullah SAW menegas: “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab: “Ya! Setiap orang yang datang dengan mengemban tugas sepertimu, pasti dimusuhi. Jika harimu itu sempat kualami, tentu aku akan membelamu mati-matian.” (HR Muslim)
Sunnah Rasulullah di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW terkejut dan merasa takut ketika didatangi oleh Jibril yang menyampaikan wahyu Allah atau ayat-ayat Al Qur’an (surat Al ‘Alaq ayat satu hingga ayat lima) kepada beliau. Rasa takut Rasulullah SAW terus terbawa ke isterinya di rumah, sehingga mereka lalu menanyakan perkara tersebut kepada paman isterinya.”
Tilmidzi: “Apakah Rasulullah SAW tidak mengetahui jika akan menerima Al Qur’an dari Allah SWT?”
Mudariszi: “Rasulullah SAW tidak mengetahui akan menerima Al Qur’an dari Allah SWT dan hal itu dijelaskan dalam Al Qur’an berikut ini:
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. (Asy Syuura 52)
Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al Qur’an diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu. (Al Qashash 86)
Karena itulah Rasulullah SAW terkejut dan merasa takut ketika Jibril yang tidak dikenalnya tiba-tiba mendatanginya dan menurunkan ayat-ayat Al Qur’an kepadanya.”
Tilmidzi: “Apakah setelah kejadian itu Rasulullah SAW tidak takut lagi ketika didatangi oleh Jibril guna menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an kepada beliau?”
Mudariszi:” Setelah waktu yang cukup lama dari sejak wahyu pertama diturunkan, Jibril kembali mendatangi Rasulullah SAW untuk menyampaikan wahyu Allah atau ayat-ayat Al Qur’an (surat Al Muddatstsir ayat satu hingga ayat lima), seperti dijelaskan sunnah Rasulullah berikut ini:
Dari Jabir bin Abdullah, dimana beliau menceriterakan tentang fatratul wahyu (masa kekosongan wahyu). Dalam ceritanya beliau bersabda: “Ketika saya sedang berjalan, tiba-tiba saya mendengar suara dari langit. Ketika saya mengangkat kepala saya, tiba-tiba ada malaikat yang datang kepada saya di Hira’ sedang duduk di kursi antara langit dan bumi, saya takut terhadapnya, lalu saya pulang dan berkata: “Selimutilah saya, selimutilah saya”, dan Allah Ta’ala menurunkan ayat: “Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu hendaklah kamu agungkan. Dan pakaianmu hendaklah kamu bersihkan. Dan perbuatan dosa hendaklah kamu tinggalkan).” (surat Al Muddatstsir ayat 1-5). Sesudah wahyu di atas itu, lalu beruntun-runtunlah datang wahyu dan ikut mengikuti (yakni terus langsung antara satu dengan yang lainnya).” (HR Bukhari)
Sunnah Rasulullah di atas menunjukkan kedatangan Jibril yang kedua kepada Rasulullah SAW masih membuatnya takut karena beliau tidak mengenal Jibril dan tidak memahami tujuan Jibril. Tapi setelah itu Rasulullah SAW mengetahui Jibril dengan tugasnya dan mengetahui dirinya sebagai Rasul Allah yang ditugaskan-Nya untuk menyampaikan dan menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an kepada manusia. Dan setelah wahyu kedua itu, Jibril lalu biasa mendatangi Rasulullah SAW menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an. Allah SWT berfirman:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al Maa-idah 67)
Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (An Nahl 44)
Tilmidzi: “Apakah Rasulullah SAW melihat Jibril ketika menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an kepada beliau?”
Mudariszi: “Ya! Dan hal itu dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:
Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At Takwiir 23)
Tilmidzi: “Bagaimana Rasulullah SAW dapat melihat Jibril padahal malaikat itu ghaib?”
Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya ini:
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah.” (An Naml 65)
Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa hanya Allah SWT saja yang mengetahui perkara yang ghaib. Kemudian Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya ini:
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. (Al Jin 26-27)
Berdasarkan firman-Nya di atas, Rasulullah SAW termasuk Rasul (manusia) yang diridhai-Nya, sehingga beliau diizinkan-Nya untuk dapat melihat perkara yang ghaib termasuk malaikat Jibril.”
Tilmidzi: “Apakah Rasulullah SAW melihat Jibril dalam rupanya yang asli?”
Mudariszi: “Ya! Hal itu dijelaskan dalam Al Qur’an dan sunnah Rasulullah berikut ini:
Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila. Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib. (At Takwiir 22-24)
Dari Masruq, dia berkata: “Aku berkata kepada Aisyah: “Lalu di mana kedudukan firman Allah: “Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi; maka jadilah dia dekat sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi; lalu dia menyampaikan kepada hamba–Nya apa yang telah Dia wahyukan.” (surat An Najm ayat 8-10). Aisyah berkata: “Sesungguhnya itu adalah Jibril. Biasanya Jibril datang kepada beliau dalam bentuk manusia. Tetapi, kali ini dia datang dalam bentuk aslinya sehingga memenuhi cakrawala langit.” (HR Muslim)
Dari Masruq, dia berkata: “Aisyah berkata: “Aku adalah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda: “Itu adalah Jibril. Aku tidak melihatnya dalam bentuk aslinya kecuali dua kali ini. Aku melihatnya turun dari langit, kebesaran bentuknya menutupi ruang antara langit sampai ke bumi.” (HR Muslim)
Rasulullah SAW melihat Jibril dalam rupa aslinya untuk yang kedua kalinya, yaitu ketika beliau melakukan perjalanan Israa’ Mi’raj. Hal itu dijelaskan dalam Al Qur’an dan sunnah Rasulullah berikut ini:
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (An Najm 13-18)
Dari Zirr bin Hubaisy mendengar Abdullah bin Mas’ud yang membaca (surat An Najm ayat 18): “Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” Abdullah berkata: “Rasulullah SAW telah melihat Jibril dalam bentuk aslinya yang memiliki enam ratus sayap.” (HR Muslim)
Tilmidzi: “Apakah Jibril selalu mendatangi Rasulullah SAW dalam rupanya yang asli?”
Mudariszi: “Dalam menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an, Jibril adakalanya mendatangi Rasulullah SAW dalam bentuk manusia, seperti dijelaskan sunnah Rasulullah berikut ini:
Dari Abu Utsman, katanya: “Aku diberi tahu bahwa Jibril mendatangi Rasulullah SAW dan beliau sedang berada di dekat Ummu Salamah, lalu Jibril segera berbincang-bincang. Rasulullah SAW berkata kepada Ummu Salamah: “Siapa ini?” Ummu Salamah menjawab: “Ini adalah Dihyah.” Maka ketika Jibril berdiri, Ummu Salamah berkata: “Demi Allah, aku tidak menduganya kecuali dia (Dihyah Al Kalabiy) sampai aku mendengar khuthbah Rasulullah SAW yang mengkhabarkan tentang khabar Jibril atau seperti apa yang beliau sabdakan.” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Bagaimana keadaan Rasulullah SAW ketika menerima wahyu-wahyu Allah (ayat-ayat Al Qur’an) tersebut?”
Mudariszi: “Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:
Dari Aisyah, dia berkata: “Sesungguhnya Al Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW: “Bagaimanakah wahyu itu datang kepada engkau?” Beliau bersabda: “Semua itu malaikat datang sewaktu-waktu dalam suara seperti bunyi lonceng, maka itu mencabut diriku sedangkan aku menjaga (hafal) apa yang dikatakan malaikat dan wahyu yang demikian adalah yang paling berat terhadapku. Dan sewaktu-waktu malaikat (Jibril) menjelma orang laki-laki (seperti Dihyah) lalu dia berbicara kepadaku, maka aku menjaga apa yang dikatakannya.” (HR Bukhari)
Keadaan Rasulullah SAW ketika menerima wahyu-wahyu Allah atau ayat-ayat Al Qur’an adalah seperti yang dijelaskan oleh isteri dan sahabat beliau berikut ini:
Dari Shafwan bin Ya’la bin Umayyah, bahwasanya Ya’la pernah berkata: “Moga-moga saya melihat Rasulullah SAW pada waktu wahyu diturunkan, maka ketika Rasulullah SAW sedang berada di Ji’ranah dimana beliau mengenakan pakaian yang menyejukkannya dan beliau juga bersama beberapa orang dari sahabatnya, tiba-tiba seorang lelaki muda yang mengenakan wewangian mendatangi beliau seraya berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seorang lelaki yang berihram dengan mengenakan jubbah setelah terlebih dulu ia mengenakan wangi-wangian?” Lantas Rasulullah SAW memandang sejenak kepadanya, lalu datanglah wahyu kepada beliau. Lantas Umar memberikan isyarah kepada Ya’la agar kemarilah. Maka Ya’la datang lalu memasukkan kepalanya. Maka tiba-tiba wajah beliau menjadi kemerah-merahan seperti itu untuk beberapa saat, kemudian beliau menjadi gembira.” (HR Bukhari)
Dari Aisyah, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menerima wahyu pada pagi hari di musim dingin dan dahinya sempat mengucurkan keringat.” (HR Muslim)
Dari Ubadah bin Shamit, dia berkata: “Saat Rasulullah SAW menerima wahyu, beliau seolah-olah sedang tertimpa kesusahan dan wajahnya berubah pucat.” (HR Muslim)
Sedangkan keadaan sahabat beliau ketika melihat Rasulullah SAW sedang menerima wahyu-wahyu Allah (ayat-ayat Al Qur’an) adalah seperti yang dijelaskan berikut ini:
Dari Ubadah bin Shamit, dia berkata: “Saat Rasulullah SAW menerima wahyu, beliau menundukkan kepalanya. Para sahabat juga menundukkan kepalanya. Begitu wahyu selesai turun, beliau mengangkat kepalanya.” (HR Muslim)
Tilmidzi: “Mengapa Allah SWT tidak menurunkan Al Qur’an dengan sekali turun saja?”
Mudariszi: “Ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW itu menjadi pertanyaan bagi penduduk Mekkah. Allah SWT lalu menjelaskan perkara itu dengan firman-Nya ini:
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (Al Furqaan 32)
Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al Israa’ 106)
Jika Allah SWT menurunkan Al Qur’an kepada Rasulullah SAW dengan sekali turun, maka hal itu akan menyulitkan beliau dalam memahami ayat-ayat Al Qur’an, sehingga menyulitkan beliau pula dalam menjelaskannya kepada umat manusia. Allah SWT menurunkan ayat-ayat Al Qur’an dengan berangsur-angsur dengan mengikuti perkara yang dihadapi oleh Rasulullah SAW ketika menjalani hidupnya. Contoh, perkara tuduhan orang-orang kafir yang mengatakan Al Qur’an bukan dari Allah SWT, atau perkara halal haramnya suatu perbuatan atau makanan, atau ketika hati beliau gelisah (risau) karena perlakuan orang-orang kafir terhadap beliau hingga hati beliau dikuatkan dengan kisah Nabi-Nabi, seperti dijelaskan firman-Nya ini:
Dan semua kisah dari Rasul-Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu. (Huud 120)
Cara penurunan ayat-ayat Al Qur’an tersebut di atas memudahkan Rasulullah SAW memahaminya dan mengingatnya (menghafalkannya).”
Tilmidzi: “Bagaimana Rasulullah SAW dapat membaca dan memahami Al Qur’an?”
Mudariszi: “Rasulullah SWT dapat membaca, menghafal dan memahami Al Qur’an karena diajarkan oleh Jibril. Jibril dianugerahkan oleh Allah SWT dengan kelebihan-kelebihan, dan hal itu dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:
Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. (At Takwiir 19-21)
Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang mempunyai akal yang cerdas. (An Najm 5-6)
Jibril mengajarkan setiap ayat Al Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, contoh seperti yang dijelaskan firman-Nya berikut ini:
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (Thaahaa 114)
Janganlah kamu (Muhammad) gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya. (Al Qiyaamah 16-19)
Ketika Jibril datang menyampaikan wahyu-wahyu Allah (ayat-ayat Al Qur’an), maka Rasulullah SAW mendengarkan bacaan Jibril hingga selesai membacakannya. Setelah itu Rasulullah SAW lalu membacanya perlahan-lahan mengikuti bacaan Jibril. Jika bacaan beliau telah benar, Jibril lalu menjelaskan maksud dari ayat-ayat tersebut. Pengajaran tersebut dijelaskan dalam sunnah Rasulullah berikut ini:
Dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, tentang firman: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya)” (surat Al Qiyaamah ayat 16), katanya: “Adalah Rasulullah SAW apabila Jibril turun membawa wahyu, dan dia (wahyu) termasuk sesuatu yang dapat menggerakkan lidah dan kedua bibirnya, sehingga wahyu itu menjadi sulit baginya, dan ia dikenal oleh Nabi. Lantas Allah SWT menurunkan ayat: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kami–lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami–lah penjelasannya (dengan bahasamu).” (surat Al Qiyaamah ayat 16-19). Ibnu Abbas berkata: “Adalah Jibril ketika datang kepada Rasulullah SAW, maka beliau menundukkan kepala (berdiam diri). Maka apabila Jibril sudah pergi, maka beliau membacakannya sebagaimana apa yang telah Allah janjikan kepadanya.” (HR Bukhari)
Tilmidzi: “Bagaimana Rasulullah SAW dapat mengingat atau menghafalkan Al Qur’an?”
Mudariszi: ”Al Qur’an yang diturunkan berangsur-angsur itu memudahkan Rasulullah SAW mengingatnya (menghafalkannya). Semua itu diajarkan oleh Jibril. Pengajaran Jibril kepada Rasulullah SAW itu terlihat dari perbuatan beliau (ketika menjalani hidupnya) yang mengikuti Al Qur’an. Allah SWT berfirman:
Kami akan membacakan (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa kecuali kalau Allah menghendaki. (Al A’laa 6-7)
Maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. (Al Baqarah 97)
Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia (Al Qur’an) dibawa oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad). (Asy Syu’araa’ 192-194)
Setelah membacakan dan menjelaskan, Jibril lalu menguji bacaan dan hafalan beliau atas ayat-ayat Al Qur’an. Pada kunjungan berikutnya, Jibril menguji dan mengoreksi bacaan dan hafalan beliau tersebut. Di setiap malam bulan Ramadhan, Jibril menguji dan mengoreksi bacaan dan hafalan beliau, seperti dijelaskan sunnah Rasulullah berikut ini:
Dari Abu Hurairah, katanya: “Adalah Jibril menyodorkan Al Qur’an kepada Rasulullah SAW pada setiap tahun satu kali. Kemudian mengajukan kepada beliau dua kali pada tahun menjelang beliau wafat. Dan beliau setiap tahun i’tikaf sepuluh kali. Kemudian dua puluh kali pada tahun menjelang beliau wafat.” (HR Bukhari)
Rasulullah SAW lalu menyampaikan, mengajarkan dan menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang diterimanya itu kepada para sahabat hingga dibaca, dipahami dan dihafalkan oleh mereka dengan benar. Pengajaran Rasulullah termasuk perbuatan beliau yang mengikuti Al Qur’an, menjadi pelajaran bagi sahabat dalam berbuat (beramal) ketika menjalani hidupnya. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) untuk manusia dengan membawa kebenaran. (Az Zumar 41)
Ucapannya (Muhammad) itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (An Najm 4-5)
Pengajaran Jibril kepada Rasulullah SAW menjadi pengajaran beliau kepada sahabat beliau dalam membaca, menghafal, memahami (mempelajari) dan mengamalkan Al Qur’an. Pengajaran Rasulullah kepada para sahabat itu lalu menjadi pengajaran para sahabat kepada anak cucunya dan umat Islam yang lahir kemudian hingga kiamat dalam membaca, menghafal, memahami (mempelajari) dan mengamalkan Al Qur’an.”
Wallahu a’lam.