Bagaimana Syaitan Menipu Manusia Dari Agama Allah?

Dialog Seri 8: 6

 

Tilmidzi: “Bagaimana Iblis dan syaitan menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya yang lurus ketika manusia menjalani hidupnya di dunia?”

 

Mudariszi: “Syaitan (termasuk Iblis) melakukannya dengan membuat manusia menyukai kehidupan (kesenangan) dunia hingga mereka lalai dengan kehidupan dunia dan melupakan Allah SWT. Jika telah melupakan Allah SWT, maka mereka menjadi tidak mengetahui lagi yang berkaitan dengan Allah SWT, yaitu ayat-ayat-Nya, agama-Nya dan jalan-Nya. Hal itu membuat mereka menjalani hidupnya di dunia dengan tidak mengikuti agama-Nya, sehingga mereka tidak akan ditunjuki-Nya kepada jalan yang lurus. Hanya orang-orang yang memegang teguh agama-Nya yang ditunjuki oleh Allah SWT kepada jalan yang lurus, seperti yang dijelaskan firman-Nya berikut ini:

 

Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Ali ‘Imran 101)

 

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. (An Nisaa’ 175)

 

Tilmidzi: “Apakah Allah SWT menetapkan agama-Nya bagi manusia untuk diikutinya ketika mereka menjalani hidupnya di dunia?”

 

Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al Jaatsiyah 18)

 

Hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui dalam firman-Nya di atas adalah hawa nafsu orang-orang yang menyukai kehidupan (kesenangan) dunia. Syaitan menjadikan mereka menyukai kehidupan dunia hingga hawa nafsunya terhadap kesenangan dunia itu dapat menguasai dirinya, yaitu ketika ingin mencapai suatu kesenangan dalam kehidupan dunia. Ketika itu syaitan membuat mereka melupakan Allah SWT dan agama-Nya, seperti dijelaskan firman-Nya ini:

 

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. (Al Mujaadilah 19)

 

Dan ketika melupakan Allah SWT itu pula, syariat (peraturan) agama-Nya yang melarang atau membatasi hawa nafsu keinginannya (terhadap kesenangan dunia) tersebut akan ditentangnya atau tidak diikutinya.”

 

Tilmidzi: “Bagaimana agama-Nya itu?”

 

Mudariszi: “Agama Allah adalah agama dengan peraturan (syariat) yang Dia tetapkan bagi semua makhluk ciptaan-Nya di langit dan di bumi ketika mereka semua menjalani hidupnya di dunia. Agama-Nya itu agama yang lurus, yaitu agama tauhid (yang satu) yang bersih dari syirik. Semua makhluk ditetapkan oleh Allah SWT dalam agama-Nya untuk hanya menyembah Dia saja ketika menjalani hidup di dunia. Allah SWT berfirman:

 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Al Anbiyaa’ 92)

 

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az Zumar 3)

 

Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus. (Yusuf 40)

 

Semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, baik yang nyata maupun yang ghaib, semuanya berserah diri kepada Allah SWT dengan bersujud dan bertasbih kepada-Nya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Apakah kamu tiada mengetahui bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? (Al Hajj 18)

 

Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan apa yang di bumi, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Jumu’ah 1)

 

Setiap makhluk mengetahui cara menyembah Allah SWT meskipun mereka semua diciptakan-Nya dengan berbeda fitrah. Allah SWT berfirman:

 

Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya. (An Nuur 41)

 

Tilmidzi: “Lalu bagaimana jalan Allah yang lurus itu?

 

Mudariszi: “Orang-orang yang menjalani hidupnya di dunia dengan mengikuti agama Allah, bukan berarti mereka sudah mengikuti jalan-Nya yang lurus, karena dalam agama-Nya itu ada syariat agama-Nya yang harus diikutinya. Jika mereka memegang teguh agama-Nya dengan taat mengikuti syariat agama-Nya ketika menjalani hidupnya di dunia, maka mereka berarti telah mengikuti jalan-Nya yang lurus. Memegang teguh agama-Nya dengan taat mengikuti syariat agama-Nya ketika menjalani hidupnya itu tidak mudah, karena syaitan menghalang-halangi manusia dari mengikuti agama-Nya dan jalan-Nya yang lurus agar manusia menjadi tersesat. Adapun jalan-Nya yang lurus tersebut adalah sebagai berikut:

 

Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. (Huud 56)

 

Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Al Faatihah 5-7)

 

Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa jalan yang lurus adalah jalan orang-orang yang Allah SWT telah anugerahkan nikmat kepadanya, yaitu yang Dia telah berikan (anugerahkan) kepada mereka petunjuk kepada jalan yang lurus karena ketaatan mereka mengikuti agama-Nya dan syariat agama-Nya ketika menjalani hidupnya. Sedangkan jalan orang-orang yang dimurkai-Nya dan jalan orang-orang yang sesat adalah jalan-jalan yang bengkok yang diada-adakan oleh syaitan agar manusia tidak mengikuti jalan-Nya yang lurus. Karena itu, agar manusia mengikuti jalan-Nya yang lurus dan tidak mengikuti jalan-jalan yang bengkok (yang diada-adakan oleh syaitan), Dia lalu menjelaskan jalan-Nya itu kepada manusia. Allah SWT berfirman:

 

Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. (An Nahl 9)

 

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur’an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Al An’aam 55)

 

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (yaitu jalan kebajikan dan jalan kejahatan). (Al Balad 10)

 

Allah SWT lalu memerintahkan manusia ketika menjalani hidupnya di dunia, sebagai berikut:

 

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. (Al An’aam 153)

 

Tilmidzi: “Bagaimana Allah SWT menjelaskan agama-Nya dan jalan-Nya tersebut kepada manusia?”

 

Mudariszi: “Allah SWT menjelaskan agama-Nya, syariat agama-Nya dan jalan-Nya yang lurus kepada manusia melalui kitab-Nya (ayat-ayat-Nya) yang Dia turunkan kepada Rasul-Rasul-Nya. Allah SWT menjelaskan hal itu melalui firman-Nya ini:

 

Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu Rasul-Rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al A’raaf 35)

 

Contoh kitab-Nya atau ayat-ayat-Nya yang Allah SWT turunkan kepada Rasul-Nya yaitu Al Qur’an yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang agama-Nya, syariat agama-Nya dan jalan-Nya. Allah SWT berfirman:

 

Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (Ar Ra’d 37)

 

Dan inilah jalan Tuhanmu, (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. (Al An’aam 126)

 

Allah SWT lalu memerintahkan Rasul-Rasul-Nya untuk menjelaskan ayat-ayat-Nya tentang agama-Nya dan jalan-Nya itu kepada manusia (umat Rasul). Allah SWT berfirman:

 

Dan kewajiban Rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya. (Al ‘Ankabuut 18)

 

Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al Maa-idah 48)

 

Allah SWT lalu memerintahkan manusia (umat Rasul) untuk mengikuti ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya ketika menjalani hidupnya di dunia agar selamat hidup di dunia dan di akhirat. Orang-orang yang mengingkari ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya berarti mengingkari Allah SWT, agama-Nya, jalan-Nya. Dengan mengingkari Allah SWT, mereka berhak dibalas-Nya dengan neraka ketika di akhirat. Allah SWT berfirman:

 

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. (Al Maa-idah 92)

 

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al A’raaf 36)

 

Ketetapan-Nya (firman-Nya) di atas itulah yang diambil oleh syaitan sebagai tujuan dalam menghalang-halangi manusia dari mengikuti agama-Nya dan jalan-Nya yang lurus agar manusia tersesat dan menjadi penghuni neraka bersama syaitan.”

 

Tilmidzi: “Bagaimana syaitan menghalang-halangi manusia dari mengikuti jalan-Nya yang lurus?”

 

Mudariszi: “Syaitan menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya yang lurus ketika menjalani hidupnya, yaitu dengan mengada-adakan jalan-jalan yang bengkok. Salah satu jalan yang bengkok tersebut, yaitu jalan yang membuat manusia menyukai kesenangan dalam kehidupan dunia. Tujuannya agar manusia lalai dengan kehidupan dunia sehingga mereka tidak mengenal atau melupakan Allah SWT, ayat-ayat-Nya, agama-Nya. Syaitan melakukan jalan itu terhadap semua orang, yaitu orang-orang yang memeluk agama-Nya dan yang memeluk agama selain agama-Nya. Syaitan menghasut mereka dari sejak kecilnya agar tertanam di hati mereka perhatian yang lebih besar terhadap kesenangan (kehidupan) dunia daripada Allah SWT dan agama-Nya. Syaitan lalu menghasut orang tuanya agar mendidik anak-anaknya tentang ilmu dunia daripada ilmu agama-Nya demi untuk kebahagiaan hidup mereka di masa depan. Allah SWT tidak melarang manusia untuk mempelajari ilmu dunia, karena ilmu itu untuk pengetahuan dan kepentingan manusia dalam mencari karunia-Nya di bumi. Tapi Allah SWT menyeru agar manusia lebih mengutamakan mempelajari ilmu agama-Nya, karena ilmu agama-Nya itu berkaitan dengan ilmu dunia dan itu akan diketahuinya ketika mereka mencari dan memanfaatkan karunia-Nya di bumi. Allah SWT berfirman:

 

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (ke bahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al Qashash 77)

 

Bisikan atau janji-janji manis syaitan kepada orang tua agar mendidik anak-anaknya dengan mengutamakan ilmu dunia, akan membawa mereka kepada kesesatan jika orang tua tersebut menjalankan bisikan (janji-janji) syaitan itu. Hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

 

Dari Ibnu Umar dari Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa belajar ilmu karena selain Allah atau menghendaki dengan ilmu itu selain Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR Tirmidzi)

 

Ibnu Ka’ab bin Malik dari ayahnya berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa mencari ilmu agar diperlakukan sebagai seorang yang pandai atau untuk berbantah dengan orang-orang yang bodoh atau menarik perhatian manusia kepadanya, niscaya kelak Allah memasukkannya ke neraka.” (HR Tirmidzi)

 

Di masa dewasa, pengetahuan agama-Nya dari anak-anak itu menjadi terbatas. Mereka tidak mengetahui perkara takdir dan kehidupan akhirat yang mana kedua perkara itu sangat berkaitan dengan diri mereka. Syaitan membuat mereka selalu mengejar kesenangan dunia hingga mereka, cepat atau lambat, akan selalu melakukan perbuatan keji dan maksiat. Perbuatan mereka itu tidak di jalan-Nya yang lurus, sehingga karena itulah mereka tidak diberikan petunjuk oleh Allah SWT. Jika mereka tidak juga bertaubat kepada Allah SWT, maka mereka akan menjadi seperti orang-orang yang dijelaskan dalam firman-Nya ini:

 

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (Ar Ruum 7)

 

Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus). (Al Mu’minuun 74)

 

Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka pada hari yang berat (hari akhirat). (Al Insaan 27)

 

Tilmidzi: “Bagaimana syaitan menipu orang-orang yang tidak memeluk agama-Nya agar tetap tidak mengetahui jalan-Nya yang lurus?”

 

Mudariszi: “Orang-orang yang tidak memeluk agama-Nya adalah orang-orang yang mengikuti salah satu dari jalan-jalan bengkok yang diada-adakan oleh syaitan. Dengan memeluk agama selain agama-Nya, maka mereka tidak mengetahui ayat-ayat-Nya, agama-Nya dan jalan-Nya yang lurus, dan itu memudahkan syaitan menyesatkan mereka yaitu dengan menyesatkan mereka sejauh-jauhnya. Allah SWT berfirman:

 

Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (An Nisaa’ 60)

 

Syaitan tidak perlu lagi menyesatkan mereka, karena mereka sendiri yang akan menolak agama-Nya ketika mereka diseru untuk meninggalkan agama mereka. Allah SWT berfirman:

 

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah.” Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati Bapak-Bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti Bapak-Bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (Luqman 21)

 

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun? (Al Baqarah 170)

 

Syaitan menyesatkan mereka sejauh-jauhnya yaitu dengan membuat mereka menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya yang lurus dan memadamkan kebenaran agama-Nya agar tidak diikuti oleh orang-orang lain. Allah SWT berfirman:

 

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, benar-benar telah sesat sejauh-jauhnya. (An Nisaa’ 167)

 

Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih, (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh. (Ibrahim 2-3)

 

Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Ash Shaff 8)

 

Tilmidzi: “Apakah orang-orang yang mengikuti jalan-jalan yang bengkok itu adalah orang-orang yang menyekutukan Allah SWT?”

 

Mudariszi: “Mereka memeluk agama selain agama-Nya menunjukkan mereka mengikuti jalan bengkok yang diada-adakan oleh syaitan atau mengikuti thaghut (syaitan). Dengan mengikuti thaghut berarti mereka telah menjadikan syaitan sebagai pelindungnya dan tuhannya, sehingga mereka telah menyekutukan Allah SWT dengan thaghut (syaitan dari golongan jin). Allah SWT berfirman:

 

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menjadikan jin-jin itu. (Al An’aam 100)

 

Tidak sulit untuk mengetahui agama (jalan) yang benar atau yang salah (sesat) yang ada dalam kehidupan dunia, selama manusia mau memikirkannya dengan jujur tanpa mengikuti hawa nafsunya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut (syaitan) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah 256)

 

Tilmidzi: “Bagaimana syaitan menipu orang-orang yang memeluk agama-Nya hingga tidak diberikan-Nya petunjuk kepada jalan yang lurus?”

 

Mudariszi: “Pemeluk agama-Nya yang dibawa (diajarkan) oleh Rasul-Rasul-Nya termasuk orang-orang yang ditipu oleh syaitan agar menyukai kehidupan (kesenangan) dunia. Syaitan membuat mereka lalai dengan kehidupan dunia agar mereka melupakan Allah SWT dan ayat-ayat-Nya hingga mereka tidak mengetahui agama-Nya dan jalan-Nya dengan benar. Orang-orang yang berilmu agama-Nya dihasut oleh syatan agar merubah ayat-ayat-Nya atau mengganti syariat agama-Nya menurut pendapatnya atau keinginannya sendiri. Hasutan syaitan itu diikuti dengan janji-janji manis syaitan, yaitu mereka akan menjadi terkenal, memperoleh pengikut, kuasa dan harta yang banyak. Ketika hawa nafsunya timbul (setelah dihasut tanpa henti-henti oleh syaitan), mereka lalu melakukannya dengan sungguh-sungguh, yaitu merubah ayat-ayat-Nya dan syariat agama-Nya, sehingga agama-Nya berubah. Agama-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya berubah menjadi agama-Nya yang baru dengan syariat agama-Nya yang baru (diada-adakan). Orang-orang yang memeluk agama-Nya yang baru (diada-adakan) itu menjadi tidak beragama dengan agama-Nya yang benar. Allah SWT berfirman:

 

Dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka. (At Taubah 29)

 

Karena tidak beragama dengan agama-Nya yang benar, maka orang-orang yang memeluk agama-Nya yang di ada-adakan itu menjadi tidak diberikan petunjuk oleh Allah SWT sehingga mereka menjadi sesat ketika menjalani hidupnya di dunia.”

 

Tilmidzi: “Jika demikian, apakah syaitan memakai orang-orang yang memeluk agama-Nya dalam menipu dan menyesatkan orang-orang yang memeluk agama-Nya?”

 

Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:

 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. Dan mereka telah memotong-motong urusan (agama) mereka di antara mereka. Kepada Kami-lah masing-masing golongan itu akan kembali. (Al Anbiyaa 92-93)

 

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatan sampai suatu waktu. (Al Mu’minuun 52-54)

 

Pengikut Rasul (atau pemeluk agama-Nya) yang membuat agama-Nya yang baru (yang diada-adakan) sehingga agama Allah menjadi terpecah. Agama-Nya terpecah karena setiap agama-Nya yang diada-adakan itu memiliki syariat agamanya dan pengikutnya (pemeluknya) sendiri. Mereka menetapkan syariat agamanya menurut keinginannya berdasarkan ayat-ayat-Nya dan sunnah Rasul yang ditafsirkannya menurut pendapat mereka sendiri.”

 

Tilmidzi: “Apakah Allah SWT menerima amal ibadah para pemeluk agama-Nya yang diada-adakan itu?”

 

Mudariszi: “Allah SWT tidak menerima amal ibadah (perbuatan) pemeluk agama-Nya yang diada-adakan tersebut, dan hal itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

 

Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW ber­sabda: Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami tanpa ada dasarnya, maka sesuatu itu tertolak.” (HR Muslim)

 

Dari Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak termasuk amalan agamaku, maka amalan itu tertolak.” (HR Muslim)

 

Tilmidzi: “Apakah Allah SWT melarang Rasul-Nya dan pengikut Rasul membuat agama-Nya terpecah?”

 

Mudariszi: “Ya! Allah SWT telah memperingatkan Rasul-Rasul-Nya dan umat Rasul atas perkara tersebut dengan firman-Nya berikut ini:

 

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (Asy Syuura 13)

 

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. (Ali ‘Imran 103)

 

Umat Rasul telah membuat agama-Nya yang dibawa oleh Rasul-Rasul-Nya terpecah menjadi beberapa golongan, dan hal itu dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

 

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Ummat Yahudi terpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan atau tujuh puluh dua golongan, dan ummat Nashara terpecah belah seperti ummat Yahudi, dan ummatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga go­longan.” (HR Tirmidzi)

 

Terpecahnya agama Allah menjadi sejumlah golongan itu menyulitkan orang-orang yang lahir kemudian mengetahui golongan yang benar, yaitu golongan yang mengikuti agama-Nya yang benar. Keadaan itu memudahkan syaitan menyesatkan orang-orang yang lahir kemudian agar tidak mengikuti agama-Nya dan jalan-Nya yang benar. Di lain pihak, terpecahnya agama Allah itu membantu syaitan dalam membuat mereka berselisih dan bermusuhan, karena setiap golongan merasa yang paling benar dan bangga dengan golongannya. Allah SWT berfirman:

 

Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Al Israa’ 53)

 

Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk). (An Nahl 63)

 

Karena mereka tidak beragama dengan agama-Nya yang benar, maka mereka tidak diberikan-Nya petunjuk kepada jalan yang lurus hingga tersesat, kecuali mereka bertaubat kepada-Nya. Anak-anak mereka yang lahir kemudian cenderung akan mengikuti agama orang tuanya, yaitu agama-Nya yang diada-adakan, sehingga mereka tidak juga diberikan-Nya petunjuk kepada jalan yang lurus hingga tersesat pula, kecuali mereka bertaubat kepada-Nya. Rasulullah SAW menjelaskan itu sebagai berikut:

 

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Setiap manusia itu dilahirkan oleh Ibunya dalam keadaan fit­rah. Sesudah itu, kedua orang tuanyalah yang membikinnya menjadi Yahudi, Nasrani maupun Majusi. Apakah kedua orang tuanya muslim, maka diapun akan muslim.” (HR Muslim)

 

Tilmidzi: “Apakah pengikut golongan (atau pengikut agama-Nya yang diada-adakan) itu termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya dengan thaghut (golongannya)?”

 

Mudariszi: “Pengikut golongan (atau pengikut agama-Nya yang diada-adakan) itu bangga dengan golongannya (agamanya) tersebut dan merasa golongannya (agamanya) itulah yang paling benar. Itu menunjukkan mereka mencintai golongannya seperti mereka mencintai Allah SWT. Dan hal itu berarti mereka telah menjadikan golongannya sebagai thaghut atau tandingan selain Allah SWT. Mereka menjadi seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya ini:

 

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. (Al Baqarah 165)

 

Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. (An Nisaa’ 60)

 

Thaghut atau tandingan selain Allah SWT dilarang-Nya untuk diikuti atau disembah atau dicintai oleh manusia, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:

 

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (syaitan atau lain-lain selain Allah) itu. (An Nahl 36)

 

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (An Nisaa’ 36)

 

Pengikut golongan yang mencintai golongannya menunjukkan mereka taat mengikuti golongannya atau menyembah golongannya (thaghut). Perbuatan mereka itu menunjukkan bahwa mereka telah menyekutukan-Nya dengan thaghut (golongannya). Karena itu Allah SWT menyeru mereka agar bertaubat, melalui firman-Nya ini:

 

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah (ciptaan) Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar Ruum 30-32)

 

Karena mereka telah menyekutukan Allah SWT dengan golongannya (thaghut), maka mereka tidak akan diberikan-Nya petunjuk kepada jalan yang lurus, kecuali mereka bertaubat dengan kembali kepada agama-Nya yang benar. Jika mereka sungguh-sungguh bertaubat lalu mencari dan memikirkan agama-Nya yang benar, maka Allah SWT akan memberikan petunjuk kepada mereka termasuk memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah SWT berfirman:

 

Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Asy Syuura 13)

 

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (syaitan, yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az Zumar 17-18)

 

Wallahu a’lam.

Leave a Reply